Selasa, 31 Oktober 2017

laporan fardas emulsi

BAB I
PENDAHULUAN
I.1        Latar Belakang
Farmasi adalah suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit (Anief, 2005: 1).
Beberapa cabang ilmu farmasi yaitu farmasetika, teknologi farmasi, farmakologi, farmakologi klinis, farmakodinamika, farmakognosi, farmasi fisika, farmakoekonomi, biofarmasi, farmakokinetika, farmakoterapi, toksikologi,  kimia farmasi, biologi farmasi, dan lain-lain.
Salah satu cabang ilmu farmasi, yaitu farmasetika dasar. Farmasetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan, seni peracikan obat, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat, serta perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang dapat digunakan dan diberikan kepada pasien (Syamsuni, 2006: 1).
Ada berbagai jenis sediaan farmasi yang digunakan untuk diberikan kepada pasien. Beberapa diantaranya adalah serbuk, salep, supositoria, tablet, kapsul, emulsi, suspensi, dan masih banyak lagi.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan emulsi. Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai cara pembuatan sediaan emulsi yang baik dan benar serta, hal-hal yang harus diperhatikan saat pembuatan emulsi maka, dilakukan praktikum mengenai cara pembuatan sediaan emulsi dengan zat aktif Paraffinum liquidum sebagai zat aktif, Gummi Arabicum sebagai emulgator atau penstabil emulsi, Sirup Simplex sebagai pemanis, Aethanolum 90% sebagai pembantu kelarutan, dan Aqua Destilata sebagai pelarut.

I.2        Manfaat dan Tujuan
I.2.1     Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara meracik atau membuat sediaan yang baik dan benar, hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pembuatan sediaan serta cara penyimpanan sediaan.
I.2.2     Tujuan
Dari praktikum kali ini praktikan diharapkan:
1.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami sediaan emulsi.
2.      Mahasiswa mampu mengetahui cara penggunaan sediaan emulsi.
3.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penyimpanan sediaan emulsi.
4.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan emulsi.
I.3        Prinsip Kerja
Prinsip dasar dari percobaan emulsi ini yaitu menggunakan metode trituration dimana pencampuran dilakukan dalam lumpang dan alu, menggunakan zat aktif paraffin liquid, gummi arabicum sebagai emulgator, sirup simpleks sebagai pemanis dan pengawet, alkohol 90% sebagai pembantu kelarutan dan aqua destilata sebagai bahan dasar pembuatan emulsi tipe minyak dalam air.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1      Dasar Teori
II.1.1   Pengertian Emulsi
      Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (Anief 2004, 132).
      Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya tedispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil (Dirjen POM, 1995: 6).
      Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur biasanya mengandung air dan minyak, dimana cairan yang saat terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain (Purwatiningrum, 2012: 1).
II.1.2   Tipe-Tipe Emulsi
                  Tipe-tipe emulsi menurut Gennaro (1969: 298), yaitu:
1.      M/A (minyak/air) Suatu emulsi dimana minyak terdispersi sebagai tetesan-tetesan dalam fase air dan diistilahkan emulsi minyak dalam air.
2.      A/M (air/minyak) Jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium pendispersi, maka emulsi disebut emulsi air dalam minyak.
3.      Emulsi Ganda Dikembangkan berdasarkan pencegahan pelepasan bahanaktif. Dalam tipe emulsi ini dihadirkan 3 fase yang disebut bentuk emulsi A/M/A atau M/A/M atau disebut “emulsi dalam emulsi”.Emulsi mana yang terjadi, tergantung dari emulgatornya. Jika emulgator larut dalam air, maka terbentuk emulsi O/W. Jika emulgator larut dalam minyak maka terbentuk emulsi W/O.
Sedangkan tipe-tipe emulsi menurut Lachman (1994: 1030) adalah Jika tetesan-tetesan minyak didispersikan dalam fase air, fase kontinyu, maka emulsi disebut minyak dalam air (M/A). Jika minyak merupakan fase kontinyu, emulsi merupakan tipe air dalam minyak (A/M). Telah diamati bahwa emulsi M/A kadangkadang berubah menjadi emulsi A/M atau sebaliknya (inversi). Dua tipe emulsi tambahan yang digolongkan sebagai emulsi ganda, tampaknya diterima oleh para ahli kimia. Secara keseluruhan memungkinkan untuk membuat emulsi ganda dengan karakteristik minyak dalam air dalam minyak (M/A/M) atau air dalam minyak dalam air (A/M/A).
II.1.3   Komponen Emulsi
                  Komponen emulsi menurut Syamsuni (2006: 119), yaitu:
1.      Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri atas:
a.       Fase dispers/fase internal/fase diskontinu/fase terdispersi/fase dalam, yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.
b.      Fase eksternal/fase kontinu/fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
c.       Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2.      Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris, colouris, pengawet (preservative), dan anti oksidan.
II.1.4   Metode Pembuatan Emulsi
                  Menurut Jenkiens et al (1957: 328), metode pembuatan emulsi yaitu:
1.      Metode kontinental, metode perbandingan 4,2,1 karena dalam metode ini, 4 bagian minyak diemulsikan, 2 bagian air ditambahkan, dan 1 bagian akasia.
2.      Metode inggris, metode ini menggunakan proporsi yang sama dengan metode continental, tapi urutan pencampurannya berbeda.
II.1.5   Keuntungan dan Kerugian Emulsi
Keuntungan emulsi menurut Lachman (1994: 1032), yaitu:
1.      Beberapa bahan obat menjadi lebih mudah di absorbs bila obat-obat tersebut diberikan secara oral dalam bentuk emulsi.
2.      Emulsi memiliki derajat elegasi tertentu dan mudah dicuci bila diinginkan.
3.      Pembuatan emulsi dapat mengontrol viskositas dan derajat kekasaran dari emulsi.

Keuntungan emulsi menurut Gennaro (1990: 1535), yaitu:
1.      Dalam emulsi, efek terapeutik dan kemampuan tersebarnya bahan-bahan ditingkatkan.
2.      Rasa dan bau yang tidak menyenangkan dari minyak dapat ditutupi sebagian atau seluruhnya dengan emulsifikasi. Tehnik penutupan kedua tersedia untuk formulator tapi harus digunakan dengan hati-hati. Jika pengaroma dan bahan pemanis ditambahkan dalam emulsi, hanya dalam jumlah minimal digunakan untuk mencegah gangguan nausea atau lambung yang diakibatkan oleh pemberian yang dalam jumlah besar.
3.      Absorpsi dan penetrasi dari bahan obat dapat dikontrol lebih mudah jika digabung dalam bentuk emulsi.
4.      Aksi emulsi diperpanjang dan efek emollient yang lebih besar jika dibandingkan dengan sediaan lain.
5.      Air merupakan pembawa yang tidak mahal dan suatu pelarut untuk berbagai obat dan pengaroma yang. dicampur dalam emulsi.

Kekurangan emulsi menurut Jenkins et al (1957: 314), emulsi memiliki cracked (pecahan) dan bagian terdistribusi di dalam fase internal adalah bahan yang harus selalu dikocok dalam mikstura. Sedangkan, menurut Ansel (1989: 377), kerugian emulsi yaitu, adanya penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan pemisahan fase menjadi satu lapisan.
II.1.6   Ketidakstabilan Emulsi
Ketidakstabilan emulsi menurut Gennaro (1996: 307), yaitu:
1.      Creaming dan sedimentasi
Creaming adalah gerakan ke atas dari tetesan relatif zat terdispersi ke fase kontinu,sedagkan sedimentasi adalah proses pembalikan yaitu gerakan ke bawah dari partikel.
2.      Agregasi dan koalesensi
Dalam agregasi (flokulasi) tetesan yang terdispersi datang bersama namun tidak bercampur. Koalaesensi komplit penyatuan tetesan, diarahkan untuk mengurangi jumlah tetesan dan pemisahan dua fase yang tidak saling bercampur.
3.      Inversi
Emulsi dikatakan membalik ketika perubahan emulsi dari M/A ke A/M atau sebaliknya terjadi. Inversi kadang-kadang terjadi dengan penambahan elektrolit atau dengan mengubah rasio fase volume.
II.1.7   Cara Menentukan Tipe Emulsi
Menurut Martin (1990: 509), cara menentukan tipe emulsi adalah sebagai berikut:
1.      Tes Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa emulsi bercampur dengan luar akibatnya, jika air ditambahkan ke dalam emulsi M/A, air akan terdispersi cepat dalam emulsi. Jika minyak ditambahkan tidak akan terdispersi tanpa pengadukan yang kuat. Begitu pula dengan emulsi A/M.
2.      Uji Kelarutan Cat
Uji ini berdasarkan prinsip bahwa dispersi cat secara seragam melalui emulsi jika cat larut dalam fase luar. Amaran, cat larut air secara cepat mewarnai emulsi M/A tapi tidak mewarnai emulsi tipe A/M. Sudan III, cat larut minyak dengan cepat mewarnai emulsi A/M, tidak tipe M/A.
3.      Uji Arah Creaming
Creaming adalah fenomena antara 2 emulsi yang terpisah dari cairan aslinya dimana salah satunya mengapung pada permukaan lainnya. Konsentrasi fase terdispersi adalah lebih tinggi dalam emulsi yang terpisah. Jika berat jenis relatif tinggi dari kedua fase diketahui, maka arah creaming dari fase terdispersi menunjukkan adanya tipe emulsi M/A. jika cream emulsi menuju ke bawah berarti emulsi A/M. hal ini berdasarkan asumsi bahwa mimyak kurang padat daripada air.
4.      Uji Hantaran Listrik
Uji hantaran listrik berdasarkan pada prinsip bahwa air menghantarkan arus listrik sedangkan minyak tidak. Jika elektrode ditempatkan pada emulsi menghantarkan artus listrik, maka emulsi M/A. jika sistem tidak menghantarkan arus listrik, maka emulsi adalah A/M.

5.      Tes Fluoresensi
Banyak minyak jika dipaparkan pada sinar UV berfluoresensi, jika tetesan emulsi dibentangkan dalam lampu fluoresensi di bawah mikroskop dan semuanya berfluoresensi, menunjukkan emulsi A/M. Tapi jika emulsi M/A, fluoresensinya berbintik-bintik.
II.1.8   Macam-Macam Emulgator
Menurut Gennaro (1996: 300-301), macam-macam emulgator yaitu:
1.      Bahan pengemulsi sintetik
a.       Anionik, pada sub bagian ini ialah surfaktan bermuatan (-). Bahan pengemulsi ini rasanya tidak menyenangkan dan mengiritasi saluran pencernaan.
b.      Kationik, aktivitas permukaan pada kelompok ini bermuatan (+). Komponen ini bertindak sebagai bakterisid dan juga menghasilkan emulsi antiinfeksi sepertimpada lotion kulit dan krem.
c.       Non ionik, merupakan surfaktan tidak berpisah ditempat tersebar luas digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika kerja keseimbangan molekul antara hidrofik dan lipofilik
2.      Emulgator alam
Banyak emulgator alam (tumbuhan, hewan). Bahan alam yang diperkirakan hanyalah gelatin, lesitin dan kolesterol.
Gelatin merupakan suatu protein yang sejak lama digunakan sebagai emulgator. Lesitin adalah bahan yang berasal dari hewan (telur) dan kacang kedele. Kolesterol merupakan bahan yang diperoleh antara lain dari lemak bulu domba dan sebagai konstituen utama dalam adeps lanae (Syamsuni, 2006: 130).
3.      Padatan terbagi halus
Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekelilin tetesan terdispersi dan menghasilkan emulsi yang meskipun berbutr kasar, mempunyai stabilitas pisik. Hal ini dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai emulgator dari efek yang ditimbulkan dari pewarna dan serbuk halus.
Menurut Syamsuni (2006: 127-131), macam-macam emulgator yaitu:
1.      Emulgator Alam
Emulgator alam, yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
a.       Emulgator dari tumbuh-tumbuhan (Gom arab, tragakan, agar-agar, chondrus, emulgator lain).
b.      Emulgator hewani (Kuning telur dan adeps lanae).
c.       Emulgator dari mineral (Magnesium Aluminium Silikat (Veegum), Bentanoit).
2.      Emulgator Buatan atau Sintetis
a.       Sabun
b.      Tween 20, 40, 60, 80.
c.       Span 20, 40, 80.
II.1.9   Sifat-Sifat Emulgator
Beberapa sifat yang dipertimbangkan dari bahan pengemulsi menurut Gennaro (1996: 300), yaitu:
1.      Harus efektif pada permukaan dan mengurangi tegangan antar muka sampai di bawah 10 dyne/cm.
2.      Harus diabsorbsi cepat di sekitar tetesan terdispersi sebagai lapisan kental mengadheren yang dapat mencegah koalesensi.
3.      Memberikan tetesan-tetesan yang potensialnya listriknya cukup sehingga terjadi saling tolak-menolak.
4.      Harus meningkatkan viskositas emulsi.
5.      Harus efektif pada konsentrasi rendah.
II.1.10 Mekanisme Kerja Emulgator
Menurut Lachman (1994: 1034), mekanisme kerja emulgator adalah sebagai berikut:
1.      Penurunan Tegangan Permukaan
Walaupun pengurangan tegangan permukaan energi bebas antar muka yang dihasilkan pada dispersi. Peranan zat pengemulsi sebagai batang antarmuka adalah yang paling penting. Ini dapat dilihat dengan jelas bila seseorang memperhatikan bahwa banyak polimer dan padatan yang terbagi halus, tidak efisien dalam menurunkan tegangan antarmuka, membentuk pembatas antarmuka yang baik sekali, bertindak untuk mencegah penggabungan dan berguna sebagai zat pengemulsi.
2.      Pembentuk Lapisan Antarmuka
Pembentukan lapisan-lapisan oleh suatu pengemulsi pada permukaan tetesan air atau minyak tidak dipelajari secara terperinci. Pengertian dari suatu lapisan tipis monomolekuler yang terarah dari zat pengemulsi tersebutpada permukaan fase dalam suatu emulsi. Cukup beralasan untuk mengharapkan molekul amfifilik untuk mengatur dirinya pada suatu antarmuka air, minyak dan bagian hidrofilik pada fase air. Juga sudah ditetapkan dengan baik bahwa zat aktif permukaan cenderung berkumpul pada antarmuka, dan pengemulsi diabsorbsi pada antar muka minyak dan air sebagai lapisan monomolekuler. Jika kensentrasi zat pengemulsi cukup tinggi, pengemulsi membentuk suatu lapisan yang kaku antara fase-fase yang tidak saling bercampur tersebut, yang bertindak sebagai suatu penghalang mekanik. Baik terhadap adhesi maupun menggabungnya tetesan-tetesan emulsi.
3.      Penolakan Elektrik
Telah digambarkan bagaimana lapisan antarmuka atau kristal cair lamellar mengubah laju penggabungan tetesan dengan bertindak sebagai pembatas. Disamping itu, lapisan yang sama atau serupa dapat menghasilkan gaya listrik tolak antara tetesan yang mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu lapisan listrik rangkap yang dapat timbul dari gugus-gugus bermuatan listrik yang mengarah pada permukaan bola-bola yang teremulsi M/A yang distabilkan dengan sabun Na. Molekul-molekul surfaktan tidak hanya berpusat pada antarmuka tetapi karena sifat polarnya, molekul-molekul tersebut terarah juga. Bagian bawah hidrokarbon dilarutkan dalam tetesan minyak, sedangkan kepala (ioniknya) menghadap ke fase kontinu (air). Akibat permukaan tetesan tersebut ditabur dengan gugus-gugus bermuatan, dalam hal ini gugus karboksilat yang bermuatan negatif. Ini menghasilkan suatu muatan listrik pada permukaan tetesan tersebut menghasilkan apa yang dikenal sebagai lapisan listrik rangkap.
Potensial yang dihasilkan oleh lapisan rangkap tersebut menciptakan suatu pengaruh tolak menolak antara tetesan-tetasan minyak, sehingga mencegah penggabungan. Walaupun potensial listrik tolak tidak dapat diukur secara langsung untuk membandingkan dengan teori. Toeri kuantitas yang behubungan, potensial zet dapat ditentukan. Potensial zeta untuk suatu emulsi yang distabilkan dengan surfaktan sebanding dengan dengan potensial lapisan rangkap hasil perhitungan. Tambahan pula, perubahan dalam potensial zeta parallel dengan perubahan potensial lapisn rangkap jika elektrolit ditaburkan. Hal ini dan data yng berhubungan dengan besarnya potensial pada antarmuka dapat digunakan untuk menghitung penolakan total atara tetes-tetes minyak sebagai suatu fungsi dari jeruk antara tetesan tersebut.
4.      Padatan Terbagi Halus
Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekeliling tetesan terdispersi dan menghasilkan emulsi yang meskipun berbutir kasar, mempunyai stabilitas fisik. Hal ini dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai emulgator.
II.2      Uraian Bahan
II.2.1   Alkohol (Dirjen POM, 1979: 65; Rowe et al, 2009: 17; IAI, 2013: 93, 259)
 Nama Resmi             :  AETHANOLUM.
 Nama Lain               :  Etanol, Alkohol, Ethyl alcohol, Ethyl hydroxide.
Rumus Molekul        :  C2H5OH.
Berat Molekul          :  46,07 g/mol.
Rumus struktur        :  




 Pemerian                  Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan  mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
 Kelarutan                 :  Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.
 Khasiat                     :  Sebagai antimikroba (membunuh mikrobakterium desinfektan (membasmi kuman penyakit).
 Kegunaan                 :  Pensteril alat laboratorium, pelarut, dan penstabil.
 Peyimpanan              Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
II.2.2   Aqua Destilata (Dirjen POM, 1979: 96; Rowe et al, 2009: 766)
            Nama resmi              :  AQUA DESTILLATA.
            Nama lain                 :  Air suling.
            Rumus Molekul        : H2O.
            Berat Molekul          : 18,02 g/mol.

           
            Rumus struktur        :
            Pemerian                  :  Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunya rasa, tidak berbau.
            Khasiat                     : Pelarut.
            Kegunaan                 : Bahan dasar pembuatan emulsi.
            Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik.
II.2.3   Gummi Arabicum (Dirjen POM, 1979: 279; Williams et al., 2004: 5; Tranggono, 1991: 11)
         Nama resmi              :  GUMMI ACACIAE.
         Nama lain                 :  Gom akasia, gom arab.
         Rumus molekul        :  C36H34O29.
         Berat molekul           :  250.000- 1.000.000 gr/mol.
         Rumus struktur        :
        




         Pemerian                  :  Hampir tidak berbau, rasa tawar seperti lendir.
         Kelarutan                 :  Mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya. Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P.
         Khasiat                     :  Sebagai penstabil dan pengemulsi.
         Kegunaan                 :  Sebagai emulgator.
         Penyimpanan            :  Dalam wadah tertutup baik.
II.2.4   Jasmine Oil (Dirjen POM, 1979: 21; www.guidechem.com/cas-802/8022-96-6.html)
               Nama resmi              : OLEA VOLITILIA
               Nama lain                 : Jasmine Oil, Minyak Melati, Jasmineabsolute, Oil of jasmine.
               Rumus molekul        :  C10H16.
               Berat molekul           :  136,02 g/mol
               Rumus struktur        : 



              
               Pemerian                  :  Cairan jernih, bau seperti bau bagian tanaman asal
               Kelarutan                 :  Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol 95%, larut dalam kloroform dan dalam eter.
               Khasiat                     :  Aromatika (pengaroma).
               Kegunaan                 :  Sebagai pengaroma.
               Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik.
II.2.5   Methyl Paraben (Dirjen POM, 1995: 55; IAI, 2013: 93)
               Nama resmi              : METHYLIS PARABENUM.
               Nama lain                 : Metil paraben.
               Rumus molekul        :  C8H8O3.
               Berat molekul           :  152,15 g/mol.
              
Rumus struktur        : 



              
               Pemerian                  :  Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.           
               Kelarutan                 :  Sukar larut dalam air, dalam benzene, dan dalam karbon tetraklorida. Mudah larut dalam etanol dan eter.
               Khasiat                     :  Antimikroba (membunuh mikrobakterium).
               Kegunaan                 :  Pengawet sirup simpleks.
               Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik.
II.2.6  Parrafin Liquidum (Dirjen POM, 1979: 475; Rowe et al, 2009: 445: Dianne, dkk, 2013: 27)
            Nama resmi              :  PARAFFINUM LIQUIDUM.
            Nama lain                 : Propilenglikol
            Rumus molekul        :  C4H10
            Berat molekul           :  184 g/mol
            Rumus struktur        : 
           

            Pemerian                  : Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa.
            Kelarutan                 :  Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
            Khasiat                     :  Mengobati konstipasi (sembelit).
            Kegunaan                 :  Zat aktif.
            Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

II.2.7  Sakarosa (Dirjen POM, 1995: 762; Rowe et al, 2006: 703)
            Nama resmi              : SUCROSUM.
            Nama lain                 : Sakarosa.
            Rumus molekul        :  C12H22O11.
            Berat molekul           :  342,30 g/mol.
            Rumus struktur        :





           
            Pemerian                  : Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara. Larutannya netral terhadap lakmus.
            Kelarutan                 :  Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter.
            Khasiat                     :  Meningkatkan viskositas, membantu granulasi, dan pemanis.
            Kegunaan                 :  Zat tambahan dan pemanis.
            Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1     Waktu dan Tanggal
Praktikum Farmasetika dasar percobaan emulsi dilaksanakan pada hari jumat  tanggal 5 Mei 2017, pada pukul 07.00 WITA sampai dengan 12.00 WITA, bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
III.2     Alat dan bahan
III.2.1  Alat
1.      Batang Pengaduk
2.      Botol Coklat
3.      Cawan Porselin
4.      Gelas Kimia
5.      Gelas Ukur
6.      Kaca Arloji
7.      Lap Halus
8.      Lap Kasar
9.      Lumpang dan Alu
10.  Neraca Analitik
11.  Penangas Air
12.  Pipet Tetes
13.  Spatula
14.  Sudip
III.2.2  Bahan
1.      Alkohol 70%
2.      Alkohol 95%
3.      Aqua destilata
4.      Copy Resep
5.      Etiket
6.      Gom Arab
7.      Jasmine Oil
8.      Metil Paraben
9.      Paraffin Liquidum
10.  Sukrosa
11.  Tisu
III.3     Cara Kerja
III.3.1  Pembuatan Sirup Simplex                  
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.      Dibersihkan alat menggunakan Alkohol 70%.
3.      Dipanaskan air 18 ml menggunakan penangas air.
4.      Ditimbang metil paraben sebanyak 0,045 gr dimasukkan kedalam air yang telah dipanaskan, diaduk hingga larut.
5.      Ditimbang sukrosa sebanyak 11,7 gr, dimasukkan kedalam metil paraben yang telah larut, sedikit demi sedikit hingga homogen.
6.      Diaduk hingga mendidih.
7.      Didinginkan selama beberapa menit.
8.      Dituang dalam wadah dan ditutup dengan aluminium foil.        
III.3.2  Kalibrasi Botol
1.      Disiapkan botol yang akan digunakan.
2.      Diambil gelas ukur, kemudian diukur air sebanyak 60 ml dan dimasukkan ke dalam botol.
3.      Diberi tanda pada batas 60 ml.
4.      Dibuang air yang berada dalam botol.
III.3.3  Pengenceran Alkohol 95% Menjadi Alkohol 90%
1.      Disiapkan alat dan bahan.
2.      Dibersihkan alat-alat dengan alkohol 70 %.
3.      Dibuat perhitungan pengenceran alkohol menggunakan rumus:
N1              x          V1        =       N2              x          V2
95%        x          V1        =       90%        x          10 ml
0,95        x          V1          =          9 ml/0,95
                           V1        =       9,47 ml
Jadi, yang harus diambil dari alkohol 95% adalah sebanyak 9,47 ml.
Aqua destilata    = 10 ml – 9,47 ml        = 0,53 ml
4.      Diambil alkohol sebanyak 9,47 ml menggunakan gelas ukur.
5.      Ditambahkan aqua destilata sebanyak 0,53 ml sampai 10 ml.
6.      Diaduk hingga homogen dan ditutup menggunakan aluminum foil.
III.3.4  Pembuatan Emulsi
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.      Dibersihkan alat menggunakan Alkohol 70%
3.      Ditimbang gom arab 4,29 gr, dimasukkan ke dalam mortir.
4.      Diukur aqua destilata 3,75 ml, dimasukkan ke dalam mortir dan digerus hingga terbentuk musilago.
5.      Ditimbang paraffin cair sebanyak 17,14 gr, dimasukkan ke dalam mortir dan digerus hingga tercampur merata.
6.      Diukur sirup simpleks 18 ml dan alkohol 90% sebanyak 3 ml, dimasukkan ke dalam gelas ukur, diaduk hingga homogen.
7.      Dimasukkan campuran sirup simpleks dan alkohol 90% ke dalam mortir ysng berisi campuran musilago dan propilenglikol, diaduk hingga tercampur merata.
8.      Diukur aqua destilata sebanyak 17,57 ml, dimasukkan ke dalam mortir, diaduk hingga tercampur merata.
9.      Ditambahkan jasmine oil sebanyak 3 tetes, diaduk hingga semua bahan tercampur merata.
10.  Dipindahkan ke dalam gelas kimia.
11.  Dimasukkan ke dalam botol 60 ml yang telah dikalibrasi.
12.  Diberi etiket dan dibuat salinan resep.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1     Hasil

Sediaan Emulsi
IV.2     Pembahasan
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu oil in water (o/w) atau minyak dalam air, dan water in oil (w/o) atau air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang disebut emulgator (Syamsuni, 2006: 118).
Adapun prinsip yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan mencampurkan bahan aktif emulsi yaitu paraffinum liquidum dengan komponen-komponen lain seperti gummi Arabicum, sirup simpleks, aethanolum 90%, jasmine oil, dan aqua destilata yang terdapat dalam resep dengan menggunakan metode triturasi. Menurut Ansel (2008: 206), metode triturasi adalah metode pencampuran bahan dalam lumpang dengan menggunakan alu. Adapun khasiat dari zat aktif parafin cair yaitu untuk mengobati konstipasi atau sembelit (Dianne., dkk, 2013: 27). Emulgator yang digunakan adalah emulgator alam dari tumbuhan yaitu gom arab. Sirup simpleks dan etanol 90% sebagai penambah rasa manis dan peningkat viskositas dari emulsi. Aqua destilata adalah bahan dasar yang digunakan untuk membuat emulsi tipe minyak dalam air (Anief, 2010: 132).
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan sediaan ini adalah disiapkan alat dan bahan serta dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %. Menurut Rowe (2009: 17), alkohol 70 % digunakan sebagai antimikroba dan desinfektan. Kemudian ditimbang semua bahan yaitu, paraffin cair sebanyak 17,14 ml, aethanolum 90% sebanyak 3 ml, gom arab sebanyak 4,29 gr, sukrosa 11,7 gr dan metil paraben 0,045 gr.
Setelah itu, dilakukan pembuatan sirup simpleks. Pertama dipanaskan air 18 ml sampai mendidih, kemudian dimasukkan 0,045 gr metil paraben ke dalam air yang telah dipanaskan, diaduk sampai larut. Menurut Dirjen POM (1995: 551) sifat metil paraben sukar larut dalam air. Sehingga diperlukan pemanasan terlebih dahulu untuk membantu kelarutannya. Menurut Dirjen POM (1995: 551), metil paraben dalam sirup simpleks digunakan sebagai pengawet. Kemudian dimasukkan 11,7 gr sukrosa sedikit demi sedikit, diaduk sampai mendidih. Karena jika sukrosa dimasukkan sekaligus, akan mempengaruhi kelarutan (Martin. A, 1983: 558). Setelah mendidih larutan didinginkan selama beberapa menit, kemudian di tuang dalam wadah dan ditutup menggunakan aluminium foil.
Langkah selanjutnya, dilakukan pengenceran alkohol. Hal ini dilakukan karena kosentrasi awal alkohol adalah 95% sementara yang diperlukan adalah alkohol dengan konsentrasi 90%. Pertama yaitu dibuat perhitungan pengenceran menggunakan rumus:
Nx V1 = N2 x V2



Dari perhitungan tersebut, didapatkan alkohol 95% yang harus diukur adalah sebanyak 9,47 ml. Kemudian diukur alkohol 95% sebanyak 9,47 ml, dan ditambahkan aqua destilata hingga 10 ml. Dimasukkan ke dalam gelas kimia, diaduk hingga homogen dan ditutup menggunakan aluminium foil.
Kemudian, sebelum membuat emulsi yang dilakukan terlebih dahulu adalah mengkalibrasi botol dengan cara, diukur air sebanyak 60 ml, kemudian air dimasukkan ke dalam botol. Ditandai batas 60 ml pada botol, dan dituang air yang berada dalam botol.
Selanjutnya, mulai dilakukan pembuatan emulsi dengan cara, dimasukkan gom arab sebanyak 4,29 gr ke dalam lumpang. Kemudian ditambahkan air sebagai korpus sebanyak 3,75 ml. Digerus hingga membentuk musilago dan mengeluarkan bunyi yang khas. Musilago adalah campuran yang kental berwarna putih yang terlihat pada pengadukan dan mempunyai bunyi yang spesifik (Anief, 2010: 139).
 Selanjutnya, ditambahkan paraffin cair sebanyak 17,14 ml dan digerus hingga tercampur merata, kemudian diukur alkohol 90% sebanyak 3 ml dan sirup simpleks sebanyak 18 ml, penggunaan sirup simpleks pada emulsi bertujuan sebagai zat tambahan yang dalam hal ini adalah sebagai pemanis dan pengawet, hal ini sesuai dengan kegunaan dari komposisi sirup simpleks yaitu menurut Dirjen POM (1995: 55) metil paraben sebagai antimikroba dan menurut Dirjen POM (1995: 762) sukrosa sebagai penambah rasa manis. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya dimasukkkan campuran alkohol 90% dan sirup simpleks ke dalam lumpang yang berisi campuran musilago dan propileglikol, dan diaduk hingga tercampur merata. Ditambahkan aqua destilata sebanyak 17,57 ml sedikit demi sedikit untuk mencegah pecahnya emulsi, sehingga stabilitas emulsi tetap terjaga. diaduk hingga tercampur merata. Dan terakhir ditambahkan jasmine oil sebagai pengaroma dalam emulsi. Kemudian diaduk hingga semua bahan tercampur merata. Pengadukan dilakukan secara perlahan dengan kecepatan yang stabil untuk mencegah pecahnya emulsi, sehingga tidak merusak stabilitas emulsi (Ansel, 1989: 384).
Langkah selanjutnya, emulsi dipindahkan ke dalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam botol 60 ml. Botol yang digunakan untuk menyimpan sediaan emulsi adalah botol coklat. Dalam sediaan oral terdapat senyawa yang peka terhadap cahaya, maka digunakan botol berwarna coklat. Hampir semua senyawa organik peka terhadap cahaya, sehingga kebanyakan sediaan oral cair harus dikemas dalam botol berwarna coklat (Ansel, 1989: 319). Kemudian diberi etiket dan label. Obat ini diminum dua kali sehari 2 sendok makan, setiap 12 jam tiap pagi dan malam sebelum makan. Pada label harus tertera tanda kocok dahulu sebelum diminum, agar bahan obat yang terkandung dalam emulsi dapat terdistribusi secara merata kembali (Dirjen POM, 1979).
Pada percobaan ini sediaan emulsi yang telah dibuat tidak mencapai 60 ml, hal ini terjadi karena terdapat kemungkinan kesalahan yaitu terdapat bahan obat yang tersisa atau menempel pada alat-alat laboratorium yang telah dipakai, seperti menempel pada lumpang, gelas ukur, gelas kimia, dan alat laboratorium lainnya. Kemungkinan kesalahan yang lain seperti kesalahan dalam penimbangan atau pengukuran bahan, kesalahan membaca skala gelas ukur dan kesalahan saat pengadukan bahan obat.

IV.3     Resep
dr. Kristanto, Sp.PD
S  I K  : 228/FM/GTO/84
Jl. Agus Salim No. 30
Telp. 0435-875492
Gorontalo, 5 Mei 2017
R/ Paraffinum Liquidum        10 mL
Gummi Arabicum              25 Mg
Sirup Simplex                    18 mL
Aethanolum 90%               5 %
Jasmine Oil                        q.s
Aqua Destilata     ad          30 mL

m.f Emuls da in fl No. I
ʃ b.d.d II C a.c
      
Pro       : Vyra
Umur   : 27 Tahun


IV.3.1  Narasi Resep
a.       Narasi Resep Perkata (Anief, 2010: 1-9)
R/        : recipe                           : ambillah
ʃ           : signa                             : tandai
I           : unus                              : satu
II         : duo                               : dua
1          : unus                              : satu
2,5       : duo puncthu quinque    : dua koma lima
5          : quinque                        : lima
10        : decem                           : sepuluh
18        : duodeviginti                  : delapan belas
27        : viginti Septem               : dua puluh tujuh
60        : sexaginta                      : enam puluh
90        : nonaginta                     : sembilan puluh
a.c        : ante coenam                 : sebelum makan
ad        : ad                                 : tambahkan
aetal    : aetal                             : umur
annos   : annos                            : tahun
b.d.d    : bis de die                      : dua kali sehari
C         : cochlear                       : sendok
da in    : da in                             : dalam
fl          : flacon                           : botol
m.f       : misce fac                      : campur dan buatlah
ml        : milli litra                       : milliliter
No.      : numero                         : sebanyak
pro       : pro                                : untuk

b.      Narasi Resep Perkalimat Bahasa Latin (Anief, 2010: 1-9)
c.       Narasi Resep Perkalimat Bahasa Indonesia (Anief, 2010: 1-9).
IV.3.2  Kekurangan Resep
                   Resep ini tidak lengkap, karena tidak terdapat paraf atau tanda tangan dokter (subscriptio) dan tidak disertakan alamat pasien. Menurut Anief (1997: 11), resep yang lengkap harus memuat alamat pasien dan tanda tangan atau paraf dokter yang menulis resep.
IV.3.3  Indikasi Resep
Resep ini mengandung zat aktif paraffin cair yang diindikasikan untuk mengobati konstipasi atau untuk orang yang susah buang air besar (IAI, 2013: 508).
IV.3.4  Interaksi Obat
1.      Parafin cair (Tjay, 2016: 313)
Paraffin Liquidum berinteraksi di dalam tubuh sebagai zat pelicin bagi isi usus dan tinja. Dengan melunakkan tinja setelah pembedahan rektal.
2.      Gom Arab (Sweetman, 2009: 2141)
Gom arab mengandung enzim pengoksidasi yang dapat mempengaruhi sediaan yang mengandung zat teroksidasi, enzim dapat dilemahkan dengan pemanasan. Gom arab bekerja dengan cara menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdipersinya.
3.      Aethanolum (Ansel, 1989: 89)
Alkohol bereaksi dengan air yang terkandung dalam sediaan emulsi untuk membunuh mikroorganisme di dalam air. Karena, air merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme.
4.        Sirup Simpleks (Anief, 1993: 128)
Sirup simpleks bereaksi dengan sediaan emulsi sehingga dapat membantu untuk memberikan rasa yang manis dan membantu meningkatkan kekentalan pada sediaan emulsi.

IV.3.5  Penyampaian Informasi
Resep ini merupakan sediaan untuk pemakaian dalam. Obat ini diminum 2 kali sehari 2 sendok makan, tiap 12 jam dan diminum sebelum makan. Sebelum mengkonsumsi obat ini, harus dilakukan pengocokan agar obat dapat terdispersi kembali.
b.      Cara penyimpanan
Emulsi disimpan dalam wadah tertutup baik, disimpan ditempat sejuk (Dirjen POM, 1995: 9).
c.       Informasi Obat
Obat ini merupakan bentuk sediaan emulsi yang mengandung zat aktif paraffin cair. Menurut Tjay (2015: 313), paraffin liquidum digunakan untuk mengatasi sembelit. Obat ini diminum 2 kali sehari 2 sendok makan tiap 12 jam, sebelum makan. Sebelum digunakan, obat ini harus dikocok dahulu. Obat ini diminum setiap 12 jam sekali atau setiap pagi dan malam 2 sendok makan.
IV.3.5  Perhitungan Dosis
1.      Paraffin Cair
Dosis Parrafin Cair : 15-30 ml (Tjay, 2015: 313)
Dosis Maksimal Sehari      = 27/ 20 x 15-30 ml
                                          = 20,25-40,5 ml
Dosis Sehari                      = 2 x 20 ml
                                          = 40 ml
Dosis maksimal sehari dari paraffin cair untuk umur 27 tahun adalah 20,25-40,5 ml, sedangkan dosis sehari yang tertera pada resep adalah 40 ml. Maka dapat disimpulkan bahwa, resep tersebut tidak over dosis karena dosis sehari masuk dalam rentang dosis maksimal.
IV.3.6  Perhitungan Bahan
1.      Paraffinum Liquidum = 10/35 x 60          = 17,14 ml
2.      Gummi Arabicum       = 2,5/35 x 60         = 4,29 gr
3.      Sirup Simplex              = 18 ml
Sukrosa                       = 65/100 x 18        = 11,7 gr
Metil paraben              = 0,25/100 x 18     = 0,045 gr
Aqua destilata             = 35/100 x 18        = 6,3 ml
4.      Oleum Rosae               = q.s
5.      Aethanolum 90%        = 5/100 x 60          = 3 ml
6.      Aqua Destilata            =  60 ml – (17,14+4,29+18+3) =  17,57 ml
IV.4    Farmakologi Paraffin Liquidum
Menurut Dipiro (2005: 1097), Paraffin Liquid diabsorbsi, didistribusi, dimetabolisme dan dieksresikan sebagai berikut:
a.         Absorbsi
Paraffin Liquidum tidak dicerna didalam usus dan hanya sedikit diabsorpsi. Yang diabsorpsi ditemukan pada limfa nodus mesenteric, hati dan limfa. Kebiasaan menggunakan Paraffin Liquid akan mengganggu absorpsi zat larut lemak, misalnya absorpsi karoten menurun 50%,absorpsi vitamin A dan vitamin D juga akan menurun. Absorpsi vitamin K menurun dengan akibat hipo protrombinemia dan juga dilaporkan terjadinya pneumonia lipid.
b.        Distribusi
Paraffin didistribusi di usus, untuk melembekkan feses.
c.         Metabolisme
Paraffin dimetabolisme ditempat yang sama dengan tempat didistriusi yaitu diusus, untuk melembekkan feses.
d.        Ekskresi
Paraffin dieksresikan bersama dengan feses.

BAB V
PENUTUP
V.1      Kesimpulan
1.    Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi berasal dari kata "emulgeo” yang artinya menyerupai susu, dan warna emulsi memang putih seperti susu. Untuk tipe emulsi terdiri dari dua, yaitu tipe oil in water (o/w) atau minyak dalam air dan water in oil (w/o) atau air dalam minyak.
2.    Emulsi dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral yang biasanya emulsi tipe o/w dan untuk penggunaan luar bisa tipe o/w maupun w/o, tergantung pada banyak faktor, misalnya sifat zatnya atau efek terapi yang dikehendaki.
3.    Sediaan emulsi disimpan dalam kemasan yang tertutup rapat agar menghindari masuknya partikel atau zat padat serta zat cair dari luar wadah agar tidak masuk.
4.    Pembuatan emulsi dapat dilakukan menggunakan 3 metode yaitu metode gom kering, gom basah, dan botol forbes. Pada praktikum sediaan emulsi ini, digunakan metode gom kering, karena zat pengemulsi dicampur dengan minyak lebih dulu, kemudian ditambah air untuk membentuk korpus emulsi kemudian diencerkan dengan sisa air yang tersedia.
V.2     Saran
V.2.1  Jurusan
Sebaiknya jurusan menyediakan anggaran demi kebutuhan laboratorium agar  praktikum berjalan lebih maksimal.
V.2.2  Laboratorium
Sebaiknya laboratorium menyediakan sarana dan prasana terutama pada ketersediaan alat dan bahan agar praktikum berjalan efisien.
V.2.3  Asisten
 Sebaiknya asisten agar lebih memperhatikan dalam penjelasannya yang lebih simpel kepada praktikannya.

V.2.4  Praktikan
Sebaiknya praktikan agar lebih memperhatikan penjelasan asisten sehingga dapat menambah pengetahuan.

 DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. A. 2004. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press.

Anief, M. A. 2005. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Anief, M. A. 2006. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktik. Yogyakarta: UGM Press.

Anief, M. A. 2010. Penggolongan Obat Berdarkan Khasiat dan Penggunaan. Yogyakarta: UGM Press.

Ansel, H.C. 1989. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.

Ansel, H.C. 2008. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.

Dianne. Y., et al. 2013. Cdk.200/Vol. 40 No. 1. Konstipasi Pada Anak. Padang: Universitas Andalas

Dipiro. 2005. Handbook of Phamacoteraphy 6th. The MC. Grawhillcompany. USE

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Depkes RI.

Gennaro, A. R. 1990. Remingtons Pharmaceuticals Science 18th ed. Marc Public Co. Easton

IAI. 2013. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 48. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

IAI. 2016. MIMS Indonesia Pentunjuk Konsultasi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

Jenkins, G. L, et al. 1957. Scoviels The Art Of Compounding. London: Pharmaceutical Press.

Lachman, L., et al. 1957. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.

Martin, A. et al. 1990. Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press.

Rowe, R.C., et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. London: Pharmaceutical Press.

Sweetnam, S.C. 2009. Martindale 36 th edition. London: Pharmaceutical Press.

Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tranggono, S. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). Yogyakarta: Soerongan.

Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting Edisi ke 7. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo.

Uffelie, O. F. et al. 1954. Ilmu Resep dan Praktek Teori. Jakarta: Soerongan.

Williams, P. A. et al. 2004. Handbook Of Gummi Arabic. North East: Wales Institute.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KUMPULAN LAPORAN FARMASI FISIKA By: Farmasi Universitas Negeri Gorontalo

Kumpulan Laporan Praktikum Farmasi Fisika Laporan Disolusi Obat  https://drive.google.com/open?id=1uuL2PLKjc_5FY0Z_pEcpfaRITO3vE6r7 Lap...