Selasa, 31 Oktober 2017

laporan farmasetika dasar sediaan suppositoria

BAB I
PENDAHULUAN
I.1       Latar Belakang
Farmasi adalah suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit. Dalam farmasi juga mempelajari berbagai ilmu terapan, diantaranya adalah matematika, fisika, biologi, kimia, dan masih banyak cabang ilmu lainnya. Ilmu yang mendasari dari farmasi yaitu farmasetika (Anief, 2005).
Farmasetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan, seni peracikan obat, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat, serta perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat (Syamsuni, 2006).
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua mahluk hidup bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun menyembuh penyakit. Secara umum menurut bentuk sediaannya, obat terbagi atas 3 macam yaitu sediaan cair, sediaan semi padat dan sediaan padat. Dalam praktikum kali ini kami membuat salah satu bentuk sediaan padat yaitu suppositoria (Ansel, 1989).
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang diberikan melalui rektal,vaginal atau uretra. Bentuk dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan dalam penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu waktu dan suhu tertentu (Dirjen POM, 1995).
Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai cara pembuatan sediaan suppositoria yang baik dan benar serta, apa saja yang harus diperhatikan saat pembuatan suppositoria maka dilakukan praktikum pembuatan suppositoria menggunakan zat aktif ketokonazol.
I.2.      Maksud dan Tujuan Praktikum
I.2.1     Maksud Praktikum
Maksud dari praktikum ini yaitu:
1.      Dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan suppositoria dengan benar.
2.      Dapat mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan suppositoria.
I.2.2     Tujuan Praktikum
Tujuan  dari praktikun ini yaitu:
1.      Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan suppositoria menggunakan metode tangan dengan zat aktif ketokonzaol.

2.      Mahasiswa dapat mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan suppositoria.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1      Dasar Teori
II.1.1   Pengertian Suppositoria
Menurut Dirjen POM (1995), suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra. Bentuk dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan dalam penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu waktu dan suhu tertentu.
Supositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan, tetapi untuk vagina khususnya tablet vagina yang dibuat dengan cara kompresi dapat dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus (Ansel, 1989).
II.1.2   Macam-Macam Suppositoria
Macam-macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1.        Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk peluru, digunakan lewat rektum atau anus. Menurut FI III bobotnya antara 2-3 g, yaitu untuk dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan menurut FI IV kurang lebih 2 g.
2.        Suppositoria vaginal (ovula), berbentuk bola lonnjong, seperti kerucut, digunakan lewat vagina, berat antara 3-5 g, menurut FI III 3-6 g, umumnya 5 g. Menurut FI IV, suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau dapat bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi memiliki bobot 5 g.
3.        Suppositoria uretra (bacilla, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk batang dengan panjang antara 7-14 cm.

II.1.3   Keuntungan dan Kerugian Suppositoria
Keuntungan penggunaan obat dalam bentuk suppositoria dibanding per oral menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1.        Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2.        Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung.
3.        Obat dapat masuk langsung ke dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral.
4.        Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
Kerugian penggunaan obat dalam bentuk suppositoria dibanding per oral menurut Lachman (2008), yaitu:
1.       Meleleh pada udara yang panas, jika menggunakan basis oleum cacao.
2.        Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama.
3.        Dianggap tidak aman.
4.        Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering, dingin) tidak dilindungi dan cahaya, bebas dari udara.
Dosis yang digunakan melalui rectum mungkin lebih besar atau lebih kecil dari pada yang dipakai secara oral.
II.1.4   Basis Suppositoria
Macam-macam basis suppositoria antara lain adalah sebagai berikut:
a.         Basis Lemak:
1.        Lemak Coklat
Lemak coklat diperoleh dari pengepresan biji masak tanpa bungkus dan telah disangrai dari Theobroma cacao. Lemak coklat memiliki kontraktibilitas yang relatif rendah, sehingga pada saat pembekuannya akan mudah melekat pada cetakannya (Voigt, 1971).
2.        Lemak Keras
Lemak keras (Adeps solidus, Adeps neutralis) terdiri dari campuran mono-, di-, dan trigliserida asam-asam lemak jenuh C10H21COOH. Produk semisintesis ini didominasi oleh asam laurat warna putih, mudah patah tidak berbau, tidak berasa dan memiliki kecenderungan yang amat rendah untuk menjadi tengik (angka iod paling tinggi 3, angka iod untuk lemak coklat 35-39). Sifat kontraktilitasnya tinggi sehingga pelapisan cetakan dipandang tidak perlu, demikian pula pendinginan mendadak tidak terjadi. Pembekuan yang terlalu cepat mengakibatkan terjadinya pembentukan celah dan kerut pada permukaan supositoria (Voigt, 1971).
b.        Basis Yang Larut Dengan Air
1.        Masa melebur suhu tinggi larut air (Polietilenglikol)
Polietilenglikol merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat bermacam-macam panjang rantainya. Bahan ini terdapat dalam berbagai macam berat molekul dan yang paling banyak digunakan adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, dan 6000. Pemberian nomor menunjukan berat molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. PEG yang memiliki berat molekul rata-rata 200, 400, dan 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat, dan kepadatannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul (Ansel, 1989). Polietilenglikol luas penggunaannya dalam berbagai formulasi farmasetika termasuk parenteral, topikal, ophthalmic oral dan rektal. Polietilenglikol ini stabil dalam air dan tidak mengiritasi kulit (Raymond, 2006).
2.        Masa elastis larut air (Gliserol-Gelatin)
Gliserol adalah zat cair kental yang rasanya manis. Gliserol memberikan kelenturan gel dan memperkuat perajutan perancah gel gelatin. Konsentrasi gliserol dalam masa supositoria pada basis gelatin harus serendah mungkin, oleh karena gliserol dalam konsentrasi tinggi aktif sebagai pencahar (Voigt, 1971).
c.         Basis-Basis Lainnya
Basis yang termasuk dalam kelompok ini adalah campuran bahan bersifat seperti lemak dan larut dalam air atau bercampur dengan air atau kombinasi dari bahan-bahan lipofilik dan hidrofilik. Beberapa diantaranya berbentuk emulsi, umumnya dari tipe air dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan berair. Polioksi 40 stearat suatu zat aktif pada permukaan yang digunakan pada sejumlah basis supositoria dalam perdagangan dan distearat dari polioksietilen dan glikol bebas. Panjang polimer rata-rata sebanding dengan 40 unit oksietilen. Umumnya mempunyai titik leleh antara 390C dan 450C (Ansel, 1989).
II.1.5   Metode Pembuatan Suppositoria
Menurut Syamsuni (2006), metode pembuatan suppositoria yaitu:
1.      Dengan Tangan
Pembuatan dengan tangan hanya dapat dikerjakan untuk suppositoria yang menggunakan bahan dasar oleum cacao berskala kecil, dan jika bahan obat tidak tahan terhadap pemanasan. Metode ini cocok untuk iklim panas.
2.      Dengan Mencetak Hasil Leburan
Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan paraffin cair bagi yang memakai bahan dasar gliserin-gelatin, tetapi untuk oleum cacao dan PEG tidak dibasahi karena akan mengerut pada proses pendinginan dan mudah dilepas dari cetakan.
3.      Dengan Kompresi
Pada metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan suppositoria dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500-6000 suppositoria/jam.
II.2      Uraian Bahan
II.2.1   Alkohol (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
 Nama Resmi             :  AETHANOLUM.
 Nama Lain               :  Etanol, Alkohol, Spiritus dilutus, Spiritus fortior, Spiritus, Ethyl alcohol, Ethyl hydroxide.
Rumus Molekul        :  C2H5OH.
Berat Molekul          :  46,07 g/mol.
Rumus struktur        :                         


 Pemerian                  Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
 Kelarutan                 :  Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.
Khasiat                     :  Antiseptik (menghentikan dan mematikan pertumbuhan kuman), desinfektan (mensterilkan alat-alat dari mikroba).
 Kegunaan                 :  Untuk mensterilkan alat laboratorium.
 Peyimpanan              Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
II.2.2   Natrium Benzoat (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi             :  NATRII BENZOAS.
Nama Lain                :  Natrium Benzoat.
Rumus Molekul        :  C7H5NaO2
Berat Molekul          : 144,11 g/mol
Rumus Struktur        : 




Pemerian                   : Butiran atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau.
Kelarutan                  : Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol (95%) P.
Khasiat                     :  Sebagai bahan pengawet.
Kegunaan                :  Zat tambahan.
Penyimpanan            :  Dalam wadah tertutup baik.
II.2.3   Ketokonazol (Dirjen POM, 1995: Sweetman, 2009)
Nama Resmi             : KETOKONAZOLUM.
Nama Lain                : Ketokonazol.
Rumus Molekul        : C26H28Cl2N4O4
Berat Molekul          : 531,44 g/mol
Rumus Struktur        :




Pemerian                   : Berupa serbuk putih, berupa abu-abu.
Kelarutan                  : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform. Sedikit larut dalam alkohol, mudah larut dalam diklorometana, larut dalam metil alkohol.
Khasiat                     : Antifungi (anti jamur).
Kegunaan                 : Zat Aktif.
Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik.
II.2.4   Polietilenglikol-400 (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi             : POLYAETHYLENGLYCOLUM-400
Nama Lain                : Polietilenglikol-400, Makrogol-400, Poliglikol-400
Rumus Molekul        : HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH
Berat Molekul          : 380-420 g/mol
Rumus Struktur        :




Pemerian                   : Cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah. Agak higroskopik.
Kelarutan                  : Larut dalam air, dalam etanol (95%), dalam aseton, dalam glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik.
Khasiat                     : Dasar salep, pelarut, Dasar supositoria.
Kegunaan                 : Basis suppositoria.
Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup rapat.
II.2.5   Polietilenglikol-4000 (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi             : POLYAETHYLENGLYCOLUM-4000
Nama Lain                : Polietilenglikol-4000, Makrogol-4000, Poliglikol-4000
Rumus Molekul        : HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH
Berat Molekul          : 3000-3700 g/mol
Rumus Struktur        :




Pemerian                   : Serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading; praktis tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan                  : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%), dalam kloroform; praktis tidak larut dalam eter.
Khasiat                     : Dasar salep, pelarut, Dasar supositoria.
Kegunaan                 : Basis suppositoria.
Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup rapat.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1     Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
Praktikum Suppositoria dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2017 pukul 07.00-13.30 WITA. Pelaksaan praktikum bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
III.2     Alat dan Bahan

III.3     Cara Kerja
1.            Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.      Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan menggunakan alkohol 70%.
3.      Ditimbang Ketokonazole 0,6 gr, Natrium Benzoat 0,003 gr, PEG 400 0,37 gr, PEG 4000 11,01 gr.
4.      Dipanaskan air menggunakan penangas air.
5.      Diletakkan cawan porselen berisi PEG 4000 0,6 gr dan dijepit menggunakan penjepit tabung.
6.      Diaduk PEG 4000 hingga berubah menjadi cairan.
7.      Ditambahkan PEG 400 037 gr, dan diaduk hingga homogen.
8.      Ditambahkan Natrium Benzoat 0,003 gr, diaduk hingga homogen.
9.      Ditambahkan Ketokonazole 0,6 gr sedikit demi sedikit, diaduk hingga homogen.
10.  Didinginkan hingga sediaan mulai mengental.
11.  Dioleskan tangan menggunakan parafin cair.
12.  Dibentuk sedian suppositoria vaginal menggunakan tangan.
13.  Dibungkus suppositoria menggunakan aluminium foil.
14.  Dimasukkan suppositoria ke dalam pembungkus plastik obat.
15.  Diberi etiket biru dan dibuat salinan resep.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1     Hasil
 










IV.2     Pembahasan
Dalam percobaan kali ini, kami melakukan pembuatan obat dalam sediaan suppositoria. Dimana menurut Syamsuni (2006), suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektum, vagina, atau uretra yang umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Adapun alat dan bahan yang kami gunakan yaitu penangas air untuk memanaskan bahan obat, cawan porselin, sebagai wadah bahan obat, spatula lab sebagai alat untuk mengambil bahan obat dan untuk mengaduk bahan obat saat pemanasan, dan bahan yaitu ketokonazol 200 mg, PEG 4000 75%, PEG 400 25%, Natrium Benzoat 0,02%.
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan sediaan ini adalah disiapkan alat dan bahan serta dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %. Menurut Pratiwi (2008), alkohol 70 % dapat mempercepat proses pembersihan alat dari mikroorganisme. Kemudian ditimbang semua bahan yaitu, ketokonazole 0,6 gr, PEG 400 11,075 gr, PEG 400 3,6725, dan natrium benzoat 0,00306 mg/ 0,3 g.
Setelah itu dilakukan pembuatan suppositoria. Pertama dileburkan PEG 4000 hingga meleleh, kemudian ditambahkan PEG 400 kemudian diaduk hingga tercampur dan ditambahkan natrium benzoat. PEG 4000 dileburkan terlebih dahulu karena PEG 4000 berbentuk serbuk licin atau potongan. Menurut Dirjen POM (1979), natrium benzoat dalam suppositoria digunakan sebagai pengawet. Setelah itu dimasukkan ketokonazol dan diaduk hingga merata. Kemudian didinginkan selama beberapa menit. Untuk pembuatan suppositoria menggunakan tangan, langkah pertama yang dilakukan yaitu campuran yang sudah didinginkan dibagi berdasarkan jumlah sediaan yang diminta, kemudian dituangkan campuran ke tangan dan dibentuk hingga membentuk bulat pipih. Sebelum dituangkan ke tangan, terlebih dahulu tangan dibasahi dengan paraffin cair. Menurut Winarti (2013), fungsi dari paraffin cair yaitu sebagai lubrikan atau sebagai pelumas agar campuran suppositoria tidak melengket dan mengeras pada tangan. Setelah itu dibentuk hingga membentuk bulat lonjong. Setelah terbentuk suppositoria, Menurut Winarti (2013), wadah untuk suppositoria yaitu alumunium foil. Sama seperti perlakuan pada tangan, wadah penyimpanan suppositoria juga dibasahi dengan paraffin cair agar tidak melekat. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik dan disertakan etiket serta dibuat salinan resep.

IV.3     Resep

dr. Frith Liberto
Jl. Sam Ratulangi No. 279
SIK : 1231/KM/2009
No. Telp. 082198766789
Gorontalo, 12 Mei 2017
R/        Ketokonazol               200 mg
            PEG 4000                   75 %
            PEG 400                     25 %
            Natrium Benzoat        0,02 %
            m.f ovula No III
            ∫ 1.dd I
Pro       : Alda
Umur   : 21 tahun




 IV.3.1 Narasi Resep
a.         Narasi Resep Per Kata (Syamsuni, 2006).
R/                    : Recipe                                : Ambillah
ʃ                      : Signa                                  : Tandai
%                    : Persenta                             : Persen
I                      : Unus                                   : Satu
III                   : Tres                                    : Tiga
0,02                 : Zero punctu zero duo         : Nol koma nol dua
25                    : Viginti quinque                   : Dua puluh lima
75                    : Septuaginta quinque           : Tujuh puluh lima
200                  : Ducentum                           : Dua ratus
I.dd                 : Unus de die                        : Sekali sehari
m.f                  : Misce fac                            : Campur dan buatlah
mg                   : Miligramma                       : Miligram
No                   : Nomero                              : Nomor
Ovula              : Ovulae                                : Ovula
b.        Narasi Resep Per Kalimat (Syamsuni, 2006).
     Recipe ketokonazole dicentum miligramma, natrium benzoat zero punctu zero duo, PEG 4000 septuaginta quinque persenta, PEG 400 viginti quinque persemta. Misce fac ovulae nomero tres, signa unus de die unus.
     Ambillah ketokonazole dua ratus miligram, natrium benzoat nol koma nol dua, PEG 4000 tujuh puluh lima persen, PEG 400 dua puluh lima persen. Campur dan buatlah ovula sebanyak tiga, tandai pemakaian sekali sehari satu.
IV.3.2 Kekurangan Resep
                   Dilihat berdasarkan skrining resep dari segi administratif resep tersebut kurang lengkap karena tidak dicantumkan tanda tangan dokter dan alamat pasien (subscriptio) (Syamsuni, 2006).
IV.3.3 Indikasi Resep
Ketokonazol merupakan obat untuk infeksi jamur sistemik seperti kandidasis, blastomikosis, hitospalsmosis, kromomikosis, kandidiasis mukokutan kronik yang tidak respontif terhadap nistatin dan obat lain (Sirait, 2016).
IV.3.4  Interaksi Obat
Pemberian bersama-sama dengan terfenadin dan astemizol absorpsi ketokonazol maksimal bila diberikan pada waktu makan. Absorpsinya terganggu kalau sekresi asam lambung berkurang, pada pasien yang diberi obat-obat penetral asam (antasida) harus diberikan 2 jam atau lebih setelah ketokonazol. Jika pemberian bersama dengan rifampisin dapat menurunkan konsentrasi plasma kedua obat. Dan jika pemberian bersama dengan INH dapat menurunkan konsentrasi plasma ketokonazol, bila kombinasi ini digunakan konsentrasi plasma harus dimonitor (Sweetman, 2009).
IV.3.5 Penyampaian Informasi
a.         Cara pemakaian (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2008)
1.        Cucilah tangan anda dengan air dan sabun. Jika ovula melunak, taruhlah di dalam air dingin atau masukkan ke dalam lemari pendingin selama 30 menit supaya mengeras kembali sebelum dibuka bungkusnya. Buka bungkus ovula.
2.        Jika menggunakan ovula aplikator, letakkan ovula pada lubang yang terdapat pada aplikator. Pastikan bahwa sisi ovula yang ditaruh pada aplikator adalah sisi tumpul dari ovula.
3.        Duduklah dengan satu tangan menopang berat tubuh anda dan tangan lainnya memegang aplikator yang sudah dipasangi ovula. Kedua kaki ditekuk dengan posisi terbuka untuk mempermudah penggunaan ovula.
4.        Masukkan ujung lancip ovula dengan bantuan aplikator ke lubang vagina. Setelah aplikator berada di dalam vagina, tekan tombol pada aplikator untuk melepaskan ovula.
5.        Jika tidak menggunakan aplikator, masukkan ujung lancip vagina kurang lebih sedalam telunjuk anda.
6.        Rapatkan kedua kaki anda untuk beberapa detik. Tetaplah duduk sekitar 5 menit untuk mencegah ovula keluar kembali.
7.        Bersihkan aplikator dengan air hangat dan sabun, keringkan dan jagalah agar tetap bersih. Cucilah tangan anda dengan sabun untuk membersihkan obat yang mungkin menempel.
b.        Cara penyimpanan
Untuk cara penyimpanan, obat suppositoria dengan basis PEG disimpan di suhu ruangan biasa tanpa pendingin (Ansel, 1989).
IV.3.6 Perhitungan Bahan
1.      Bobot suppositoria   = 3 x 5,1        = 15,3 g
2.      Ketokonazole           = 3 x 200 mg = 600 mg = 0,6 g
3.      Natrium benzoat       = 0,02/100 x 15,3 = 0,3 mg
4.      Basis PEG                = 15,3 g – (0,6 + 0,00306)
                           = 14,69 gram
a.    PEG 4000           = 75/100 x 14,69 = 11,075 g
b.    PEG 400             = 25/100 x 14,69 = 3,6725 g

IV.3.7 Perhitungan Dosis
-
IV.4    Farmakologi
Penyerapan ketokonazol dari saluran gastrointestinal bervariasi dan meningkat dengan penurunan pH lambung. Konsentrasi puncak plasma rata-rata sekitar 3,5 mikrogram/ mL selama 2 jam setelah dosis oral 200 mg. Ketokonazol lebih dari 90% terikat pada protein plasma, terutama albumin. Ini didistribusikan secara luas dan terdapat dalam ASI. Ketokonazol dimetabolisme di hati terhadap metabolit yang tidak aktif. Ketokonazol diekskresikan sebagai metabolit dan obat tidak berubah pada feses dan beberapa diekskresikan dalam urin (Sweetman, 2009).

BAB V
PENUTUP
V.1     Kesimpulan
Dari praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa pembuatan suppositoria menggunakan metode tangan dengan zat aktif ketokanazol dilakukan dengan cara meleburkan basis suppositoria yaitu PEG terlebih dahulu, setelah itu ditambahkan natrium benzoat sebagai pengawet, dan terakhir ditambahkan ketokonazol sebagai zat aktif. Untuk pembuatan suppositoria menggunakan tangan, langkah pertama yang dilakukan yaitu campuran yang sudah didinginkan dibagi berdasarkan jumlah sediaan yang diminta, kemudian dituangkan campuran ke tangan dan dibentuk hingga membentuk bulat pipih.
Dalam pembuatan suppositoria menggunakan tangan, perlu diperhatikan bahwa sebelum bahan suppositoria di tuang diatas tangan, tangan perlu dioleskan menggunakan paraffin cair agar bahan suppositoria tidak melekat ditangan. Selain itu, suppositoria harus segera dibentuk agar suppositoria tidak melebur pada tangan, karena sifat suppositoria yang melebur pada suhu tubuh.
V.2     Saran
V.2.1  Saran Untuk Asisten
Sebaiknya asisten lebih memperhatikan praktikan saat pelaksanaan praktikum.
V.2.2  Saran Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat-alat di dalam laboratorium lebih diperbanyak lagi untuk mempermudah dan mengoptimalkan kelancaran praktikum.
V.2.3  Saran Untuk Jurusan
Sebaiknya jurusan lebih mengupayakan kelengkapan alat dalam laboratorium.


DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. A. 2005. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Depkes RI.

Lachman, L., et al. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Bandung: Erlangga.

Rowe, R.C., et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. London: Pharmaceutical Press.

Sweetnam, S.C. 2009. Martindale 36 th edition. London: Pharmaceutical Press.

Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Winarti, L. 2013. Diktat Kuliah Formulasi Sediaan Semisolid (Formulasi Salep, Krim, Gel, Pasta, dan Suppositoria). Jember: Universitas Jember.

KUMPULAN LAPORAN FARMASI FISIKA By: Farmasi Universitas Negeri Gorontalo

Kumpulan Laporan Praktikum Farmasi Fisika Laporan Disolusi Obat  https://drive.google.com/open?id=1uuL2PLKjc_5FY0Z_pEcpfaRITO3vE6r7 Lap...