Sabtu, 16 Desember 2017

LAPORAN FARDAS SUSPENSI

BAB I
PENDAHULUAN
I.1.       Latar Belakang
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit. Farmasi juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis, serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Salah satu cabang ilmu farmasi, yaitu farmasetika dasar.
Farmasetika dasar membahas tentang cara penyediaan obat meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan, seni peracikan obat, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat, penyampaian informasi obat kepada pasien, konsultasi obat agar pasien dapat memahami penggunaan obat yang baik dan benar serta perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat.
Obat dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sediaan, diantaranya sediaan padat, sediaan setengah padat (semi solid), dan sediaan cair, salah satunya adalah bentuk cair atau larutan. Sediaan yang dibuat pada praktikum kali ini adalah sediaan cair berupa suspensi.
Dalam suspensi terdapat komposisi yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut secara kimia maupun fisika. Sediaan cair ini juga mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Secara umum jenis suspensi dapat dibagi menjadi 2 macam, salah satunya adalah suspensi oral.
Suspensi oral yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi untuk ditujukan secara penggunaan oral atau melalui saluran gastrointestinal. Mengingat pentingnya pengetahuan tentang cara pembuatan sediaan suspensi maka dilakukan praktikum ini.
I.2.       Maksud dan Tujuan Praktikum
I.2.1     Maksud Praktikum
Maksud dari praktikum ini yaitu:
1.      Dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan suspensi dengan benar.
2.      Dapat mengidentifikasi bahan-bahan yang digunakan pada resep sediaan suspensi.
3.      Dapat melakukan skrining resep sesuai ketentuan yang berlaku.
I.2.2     Tujuan Praktikum
Tujuan  dari praktikun ini yaitu:
1.      Mahasiswa dapat membuat suspensi menggunakan metode campuran dan menggunakan zat aktif kloramfenikol.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan dari zat aktif kloramfenikol.
3.      Mahasiswa dapat melakukan skrining resep sesuai ketentuan administratif, farmasetik, dan klinis.
I.3       Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini yaitu:
1.      Mahasiswa dapat membuat sediaan suspensi dengan benar.
2.      Mahasiswa dapat mengidentifikasi bahan yang digunakan pada resep.
3.      Mahasiswa dapat melakukan skrining resep dengan baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1      Dasar Teori
II.1.1   Pengertian Suspensi, yaitu:
1.      Menurut Dirjen POM (2014), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
2.      Menurut Bambang (2007), suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
3.      Menurut Ansel (1989), suspensi adalah sediaan obat yang terbagi dengan halus yang ditahan dalam suspensi dengan menggunakan pembawa yang sesuai.
4.      Menurut Syamsuni (2006), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair.
II.1.2   Jenis-Jenis Suspensi
Jenis-jenis suspensi menurut Syamsuni (2006), yaitu :
1.      Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk pemakaian oral.
2.      Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
3.      Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4.      Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
5.      Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum suntiknya (syringe ability) serta tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam larutan spinal.
6.      Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
II.1.3   Faktor-Faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan sediaan suspensi menurut Bambang (2007), yaitu:
1.      Proses pembasahan.
2.      Interaksi antar partikel.
3.      Elektrokinetik.
4.      Agregasi.
5.      Laju sedimentasi.
           Menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1.      Ukuran partikel
      Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel, daya tekan ke atas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk mengendap. Sehingga, untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
2.      Kekentalan (Viskositas)
      Kekentalan suatu cairan memengaruhi pula kecepatan aliran cairan tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan memengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, dengan menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
3.      Jumlah partikel (Konsentrasi)
      Jika di dalam suatu ruangan terdapat partikel dalam jumlah besar, maka partikel akan sulit melakukan gerakan bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Oleh benturan ini akan menyebabkan terbentuknya endapan zat tersebut, oleh karena itu semakin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinannya terjadi endapan partikel dalam waktu yang singkat.
4.      Sifat atau muatan partikel
      Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, kita tidak dapat memengaruhinya.
II.1.4   Bahan Pensuspensi (Suspending agent)
Suspending agent adalah bahan pengental untuk menaikkan viskositas dari suspensi, umumnya bersifat mudah mengembang di dalam air (hidrokoloid) (Syamsuni, 2006).
Menurut Syamsuni (2006), bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi:
1.      Bahan pensuspensi dari alam
      Bahan alam dari jenis gom sering disebut “gom atau hidrokoloid”. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk musilago atau lendir. Bahan pensuspensi ini terbagi menjadi dua, yaitu :
a.       Gom arab meliputi akasia, chondrus, tragakan, dan algin.
b.      Bahan pensuspensi alam bukan gom adalah tanah liat.
2.      Bahan pensuspensi sintesis
      Bahan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a.       Derivat selulosa, contohnya metil selulosa (methosol, tylose), karboksimetilselulosa (CMC), dan hidroksimetil selulosa.
b.      Golongan organik polimer, contohnya adalah carbophol 934.
II.1.5   Metode Pembuatan
Menurut Bambang (2007), terdapat beberapa metode dalam proses pembuatan sediaan suspensi, yaitu:
1.      Metode flokulasi
      Dalam sistem flokulasi, partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam ikatan lemah. Sistem ini peristiwa sedimentasi cepat terjadi dan partikel mengandap sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen terbentuk dalam keadaan “terbungkus” dan bebas, tidak membentuk “cake” yang keras dan padat serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula. Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi cepat terjadi dan terbentuk lapisan yang jernih dan nyata di atasnya.
2.      Metode deflokulasi
      Dalam metode deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk “cake” yang keras dan sukar terdispersi kembali. Pada metode ini partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, dan masing-masing partikel mengendap secara terpisah. Jika kecepatan pengendapan dapat ditahan dalam jangka waktu yang lama, metode ini lebih disukai karena tidak terjadi lapisan yang bening (berkabut) dan terbentuk endapan secara perlahan.
3.      Metode kombinasi
      Kecepatan (laju) sedimentasi harus sekecil mungkin sehingga partikel tetap dalam bentuk dispersi merata dan apabila terbentuk endapan (cake) maka dengan mudah terdispersi kembali dengan penggojokan ringan, sehingga stabilitas suspensi menjadi optimal. Kondisi ideal ini dapat dicapai dengan penggabungan kedua metode di atas.
II.1.6   Keuntungan dan Kurangan
                  Keuntungan suspensi menurut Syamsuni (2006); Anief (1987), yaitu:
1.      Ukuran partikel lebih kecil sehingga lebih mudah diabsorbsi.
2.      Suspensi injeksi mudah disuntikkan dan tidak menyumbat jarum suntik.
3.      Dapat menutupi bau dan rasa dari obat karena menggunakan sirup simplex.
                  Kekurangan suspensi menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1.      Masalah dalam proses pembuatan suspensi (cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitasnya).
2.      Terjadinya agregasi yang membuatnya tidak terdistribusi merata.
II.2      Uraian Bahan
II.2.1   Alkohol (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
 Nama Resmi               :   AETHANOLUM
 Nama Lain                  :   Etanol, alkohol, ethyl alcohol, ethyl hydroxide.
Rumus Molekul          :   C2H5OH
Berat Molekul             :   46,07 g/mol
Rumus struktur           :                      



 Pemerian                     Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan  mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
 Kelarutan                    :  Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.
 Khasiat                        :  Sebagai antimikroba (membunuh mikrobakterium), desinfektan (membunuh bakteri pada alat laboratorium), penetral kulit.
 Kegunaan                    :  Desinfektan (membunuh bakteri pada alat laboratorium).
 Peyimpanan                 Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.

II.2.2   Aqua Destilata (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
            Nama resmi                 :   AQUA DESTILLATA
            Nama lain                    :   Air suling
            Rumus Molekul          :   H2O
            Berat Molekul             :   18,02 g/mol
H – O – H
            Rumus struktur           :

            Pemerian                     :  Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunya rasa, tidak berbau.
            Kelarutan                    :   Tercampur dengan pelarut yang paling polar.
            Khasiat                        :   Dapat melarutkan berbagai zat.
            Kegunaan                    :   Pelarut.
            Penyimpanan              :   Dalam wadah tertutup baik.
II.2.3   Chloramphenicol (Dirjen POM, 1979)
            Nama resmi                 :   CHLORAMPHENICOLUM
            Nama lain                    :   Kloramfenikol
            Rumus molekul           :   C11H12Cl2,N2O5
            Berat molekul             :   323,13 g/mol
            Rumus Struktur          :  
          


            Pemerian                     :   Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit.
            Kelarutan                    :  Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
            Khasiat                        :  Antibiotik (menghambat atau membunuh mikroorganisme).
            Kegunaan                    : Zat aktif.
            Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
II.2.4   Methyl paraben (Dirjen POM, 1995)
            Nama resmi                 :   METHYLIS PARABENUM
            Nama lain                    :   Metil paraben
            Rumus molekul           :   C8H8O3
            Berat molekul             :   152,15 g/mol
            Rumus struktur           :  





            Pemerian                     : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.        
            Kelarutan                    :   Sukar larut dalam air, dalam benzene, dan dalam karbon tetraklorida. Mudah larut dalam etanol dan eter.
            Khasiat                        :   Pengawet antimikroba.
            Kegunaan                    :   Zat tambahan.
            Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik.
II.2.5   Na CMC (Rowe et al, 2009; MSDS, 2005)
            Nama resmi                 :  CARBOXYMETHYLCELLULOSE SODIUM
            Nama lain                    Aquasorb, xylo-mucine, cellulose gum.
            Rumus Molekul           :  C17H25O14Na2          
            Berat Molekul             :  90.000-700.000 g/mol
            Rumus Struktur          :



            Pemerian                     :   Padatan berwarna putih.
            Kelarutan                    :   Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%), eter, dan toluena.
            Khasiat                        :   Bahan utama perawatan luka, patch dermatologis, dan perekatan muco untuk menyerap luka eksudat.
            Kegunaan                    :  Suspending agent (meningkatkan viskositas).
            Penyimpanan              :   Dalam wadah tertutup rapat, kering, dan sejuk.
II.2.6   Polysorbatum (Dirjen POM, 1979; Sweetnam, 2009; Rowe et al, 2006)
            Nama resmi                 :  POLYSORBATUM-80
            Nama lain                    : Polisorbat-80
            Rumus molekul           : C64H124O26
            Berat molekul              : 1310 g/mol
            Rumus struktur           :




            Pemerian                     :   Cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau asam lemak, khas.
            Kelarutan                    :   Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P.
            Khasiat                        :   Meningkatkan kekentalan.
            Kegunaan                    :   Zat tambahan.
            Penyimpanan              :   Dalam wadah tertutup rapat.
II.2.7  Propilenglikol (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
            Nama resmi                 :   PROPYLENGLYCOLUM
            Nama lain                    :   Propilenglikol
            Rumus molekul           :   C3H802
            Berat molekul             :   76,10 g/mol
           
            Rumus struktur           :


           
            Pemerian                     :   Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopis.
            Kelarutan                    :   Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak.
            Khasiat                        :   Antimikroba (menghambat atau membunuh bakteri) dan desinfektan (membunuh mikroorganisme pada benda mati.
            Kegunaan                    :   Zat tambahan dan pelarut.
            Penyimpanan              :   Dalam wadah tertutup baik.
II.2.8  Sakarosa (Dirjen POM, 1995; Rowe et al, 2006)
            Nama resmi                 :   SUCROSUM
            Nama lain                    :   Sakarosa
            Rumus molekul           :   C12H22O11
            Berat molekul             :   342,30 g/mol
            Rumus struktur           :
 


            Pemerian                     :   Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara. Larutannya netral terhadap lakmus.
            Kelarutan                    :   Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter.
            Khasiat                        :   Meningkatkan viskositas.
            Kegunaan                    :   Zat tambahan dan pemanis.
            Penyimpanan              :   Dalam wadah tertutup baik.



BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1     Waktu dan Tempat
            Praktikum Suspensi dilaksanakan pada tanggal 21 April 2017 pukul 08.00-11.00 WITA. Pelaksaan praktikum bertempat di Laboratorium Tekhnologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
III.2     Alat dan Bahan
III.2.1  Alat
Gambar
Nama
Fungsi
Kategori
Lumpang dan alu
Untuk menggerus semua bahan
1
Neraca analitik
Untuk menimbang bahan Hydrocortison, Propylenglycol, Asam salisilat, Vaselin album, Adeps lanae
2
Cawan porselin


Wadah untuk bahan
1
Spatula
Untuk menuangkan bahan ke dalam lumpang
1
Kaca Arloji
Wadah untuk penimbangan
1
Gelas Ukur
Alat untuk mengukur volume larutan
1
Pipet Tetes
Untuk menuang larutan sedikit demi sedikit
1
Penangas Air
Untuk memanaskan larutan
2
Sudip
Untuk membersihkan dan mengambil sisa –sisa salep yang masih tersisa di dalam lumpang
1
Botol Kalibrasi (30 ml)
Wadah penyimpanan suspensi
1

III.2.2  Bahan
Gambar
Nama
Fungsi
Alkohol

Untuk membersihkan alat

Aqua Destilata
Untuk melarutkan bahan
Chloramphenicol
Bahan aktif dalam pembuatan suspensi
Na CMC
Sebagai suspending agent
Polysorbatum 80
Sebagai humektan dan peningkat kelarutan
Propylene Glikol
Untuk melepas udara yang berada pada Na CMC
Sirup Simplex
Untuk memberikan rasa manis
Tisu
Untuk membersihkan alat
Copy Resep
Sebagai salinan resep
Etiket
Sebagai tanda untuk cara dan aturan pemakaian

III.3     Cara Kerja
III.3.1  Pembuatan Sirup Simplex
1.      Disiapkan alat dan bahan.
2.      Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70% sebagai desinfektan agar alat berada dalam keadaan steril atau tidak terkontaminasi benda asing (Prayoga, 2015).
3.      Dipanaskan air 100 ml menggunakan water bath atau penangas air.
4.      Ditimbang sukrosa 65 gram dan metil paraben 0,25 gram.
5.      Dimasukkan metil paraben sebagai pengawet ke dalam air.
6.      Dimasukkan sukrosa sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga mendidih.
7.      Didinginkan selama beberapa menit.
8.      Dituang dalam wadah dan ditutup dengan alumunium foil.
III.3.2  Pembuatan Suspending Agent
1.      Disiapkan alat dan bahan.
2.      Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70% sebagai desinfektan agar alat berada dalam keadaan steril atau tidak terkontaminasi benda asing (Prayoga, 2015).
3.      Ditimbang Na CMC sebanyak 300 mg.
4.      Dimasukkan ke dalam lumpang kemudian ditambahkan dengan air panas dan digerus hingga terdengar suara yang khas.
5.      Ditutup dengan aluminium foil kemudian didiamkan selama 12 jam.
III.3.3  Pembuatan Suspensi
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.      Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70% sebagai desinfektan agar alat berada dalam keadaan steril atau tidak terkontaminasi benda asing (Prayoga, 2015).
3.      Dikalibrasi botol 30 ml.
4.      Ditimbang masing-masing bahan yang digunakan.
5.      Diukur sirup simplex 18 ml.
6.      Dimasukkan Chloramphenicol ke dalam lumpang dan diratakan.
7.      Ditambahkan propilenglikol dengan cara diteteskan pada Cloramphenicol sampai merata dan digerus sampai halus.
8.      Dimasukkan suspending agent dan digerus hingga merata.
9.      Ditambahkan polysorbatum-80 dan sirup simplex, kemudian digerus hingga merata.
10.  Dimasukkan ke dalam botol.
11.  Ditambahkan air sampai batas kalibrasi 30 ml.
12.  Diberi etiket.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1     Hasil
Suspensi



IV.2     Pembahasan
Pada praktikm kali ini, dilakukan pembuatan sediaan suspensi. Bahan-bahan yang digunakan, antara lain kloramfenikol, Na CMC, polisorbat 80, propilenglikol, sukrosa, metil paraben, dan aqua destilata. Zat aktif dalam sediaan yang telah dibuat pada praktikum ini adalah kloramfenikol.
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan sediaan ini adalah disiapkan alat dan bahan serta dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %. Menurut Pratiwi (2008), alkohol 70 % dapat mempercepat proses pembersihan alat dari mikroorganisme. Kemudian ditimbang semua bahan yaitu, kloramfenikol 0,75 gr, Na CMC 0,3 gr, Polisorbat 80 0,06 gr, propilenglikol 3 gr, sukrosa 65 gr, metil paraben 0,025 gr.
Setelah itu dilakukan pembuatan sirup simplex. Pertama dipanaskan air 100 ml sampai mendidih, kemudian dimasukkan 0,025 gr metil paraben kedalam air yang telah dipanaskan, diaduk sampai larut. Menurut Dirjen POM (1979), metil paraben dalam sirup simplex digunakan sebagai pengawet. Kemudian dimasukkan 65 gr sukrosa sedikit demi sedikit, diaduk sampai mendidih (karena pada titik didih yang tepat kuman-kuman atau bakteri yang berada di dalamnya akan mati) dan larutan menjadi agak jernih.
Kedua, dilakukan pembuatan suspending agent, dimasukkan 0,3 gr Na CMC kedalam mortir, ditambahkan 6 ml air panas. Menurut Jenkins (1995) air panas yang ditambahkan yaitu 20 bagian dari Na CMC, karena menurut Dirjrn POM (1979), kelarutan dari bahan pensuspensi adalah 1: 20. Setelah itu diaduk sampai terdengar suara khas dari suspending agent, karena bunyi khas tersebut merupakan suatu karakteristik dari suspending agent. Kemudian ditutup menggunakan aluminium foil dan didiamkan selama 12 jam. Hal ini karena suspending agent tidak terlarut, tetapi terdispersi dalam volume air. Jadi untuk terdispersinya atau terjadinya kontak antara bahan pensuspensi dengan air, membutuhkan rentang waktu tertentu untuk terdispersi menyeluruh.
Kemudian dibuat suspensi, pertama dikalibrasi botol 30 ml, kemudian dimasukkan 0,75 gr kloramfenikol ke dalam lumpang, dimasukkan propilenglikol sebanyak 3 gr, dengan cara meneteskan secara merata pada kloramfenikol hingga tidak ada udara lagi pada kloramfenikol, diaduk sampai homogen. Menurut Anief (1994), penambahan propilenglikol ini sebagai humektan atau zat pembasah untuk menggantikan lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah tebasahi. Setelah itu, dimasukkan suspending agent yang telah disiapkan, dan diaduk sampai homogen. Menurut Aulton (1988), suspending agent digunakan untuk meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga dapat memperlambat pengendapan.
Kemudian dimasukkan polisorbat 80 sebanyak 0,06 gr kedalam lumpang, diaduk sampai homogen. Menurut Dirjen POM (1979), polisorbat 80 digunakan sebagai meningkatkan kekentalan dari suspensi. Kemudian ditambahkan sirup simplex 18 ml, diaduk sampai homogen. Menurut Patel (1994), sirup simplex digunakan sebagai pemanis untuk menutupi sensasi rasa secara efektif. Sirup simplek juga digunakan sebagai pengawet karena terdapat metil paraben yang berguna sebagai pengawet antimikroba dalam formulasi sirup simplek. Selain itu sirup simplek juga berguna untuk menurunkan viskositas dari suspensi agar mudah dituang pada sendok. Setelah itu, dimasukkan kedalam botol coklat dan ditambahkan aquadest sampai tanda kalibrasi, digunakan botol coklat karena zat aktif dari sediaan ini harus disimpan dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya. Terakhir diberi etiket dan dibuat salinan resep.
Dalam pembuatan suspensi, sediaan yang dibuat harus tetap terjaga stabilitasnya agar bahan-bahan formulasi dari suspensi tersebut tetap homogen. Dalam sediaan farmasi, homogenitas sangat perlu untuk kesesuaian dosis yang diminum, maka dari itu dalam pembuatan sediaan suspensi semua bahan harus tercampur secara sempurna atau homogen. Sehingga dalam pembuatan suspensi ini menggunakan metode campuran antara flokulasi dan deflokulasi, yaitu sedimentasi terjadi lambat dan mudah terdispersi kembali. Karena pada sediaan suspensi rentan terjadi endapan atau caking yang apabila dikocok kembali sudah tidak dapat terdispersi kembali. Untuk itu, kestabilan dalam sediaan suspensi sangat diperlukan.


dr. Yudistira Sp.KK
S  I P  : 1231/KM/2009
Jl. Jenderal Sudirman
Telp. 082194709164
Gorontalo, 21 April 2017
R/  Kloramfenikol                   125 mg
      Na CMC                           50  mg
Polisorbat 80                    10  mg
Propilen glikol                  0,5
Sirup simplex                    18 ml
Aqua destilata       ad        5 ml

m.f suspensi da in fl 30 ml No.I
ʃ. t.dd cth I
                                                     
Pro       : Nana
Umur   : 12 Tahun

IV.3     Skrining Resep
 IV.3.1 Narasi Resep
a.         Narasi Resep Per Kata (Syamsuni, 2006).
ʃ                : signa                                      : ditandai
I                : unus                                       : satu
0,5            : zero punctu quinqua              : nol koma lima
5               : quinqua                                 : lima
10             : decem                                    : sepuluh
18             : duodeviginti                           : delapan belas
30             : triginta                                   : tiga puluh
50             : quinquaginta                         : lima puluh
125           : centum viginti quinque          : seratus dua puluh lima
ad             : ad                                          : sampai
cth                        : cochlear tea                           : sendok teh
da in         : da in                                      : ke dalam
fl               : flacon                        : botol
g               : gramma                                 : gram
m.f            : misce fac                               : campur dan buatlah
mg            : milligramma                          : miligram
ml             : millilitra                                 : milliliter
No                        : numero                                  : sebanyak
t.dd          : ter de die                               : tiga kali sehari
b.        Narasi Resep Per Kalimat (Syamsuni, 2006).
Recipe kloramfenikol centum viginti quinque milligramma, Na CMC quinquaginta milligramma, polisorbat 80 decem milligramma, propilengilokol nihil punctu quinqua gramma, sirup simplex duodeviginti gramma, aqua destilata ad quinqua millilitra. Misce fac suspensi da in flafon triginta millilitra numero unus. Signa ter de die cochlear tea.
Ambilah kloramfenikol seratus dua puluh lima milligram, Na CMC lima puluh milligram, polisorbat 80 sepuluh milligram, propileglikol nol koma lima gram, sirup simplex delapan belas gram, aqua destilata sampai lima milliliter. Campur dan buatlah suspensi dalam botol tiga puluh milliliter sebanyak satu. Tandai tiga kali sehari satu sendok teh.

IV.3.2 Kekurangan Resep
                   Dilihat berdasarkan skrining resep dari segi administratif resep tersebut kurang lengkap karena tidak dicantumkan tanda tangan dokter dan alamat pasien (subscriptio).
IV.3.3 Indikasi Resep
Jika dilihat dari zat aktifnya, resep ini diindikasikan untuk pilihan utama pada penyakit Tifus, Paratifus. Infeksi berat yang disebabkan oleh salmonella sp, H.Influenza, Ricketsia, Lymphogranuloma, Gram negative yang menyebabkan bacteremia meningitis (Sirait, 2016).

IV.3.4  Interaksi Obat
1.        Kloramfenikol
Kloramfenikol meningkatkan daya kerja dari antikoagulan, fenitoin dan antidiabetika oral. Lagipula menghambat metabolism dari obat-obat lain, sehingga dapat meningkatkan daya kerja dari misalnya, difenilhidantoin, sulfonylurea dan warfarin (Tjay, 2015).

2.      Na CMC
Na CMC inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan garam besi dan beberapa logam lainnya, seperti alluminium, merkuri, dan seng. Na CMC juga inkompatibel dengan xanthan gum. Pengendapan dapat terjadi pada pH <2, dan juga bila dicampur dengan etanol (95%). Na CMC membentuk kompleks coacervates dengan gelatin dan pektin. Ini juga membentuk kompleks dengan kolagen dan mampu memicu protein bermuatan positif tertentu (Rowe et al., 2009).
3.      Polisorbat 80
Perubahan warna dan/ atau pengendapan terjadi dengan berbagai zat, terutama fenol, tanin, tars, dan bahan tarlike. Aktivitas antimikroba pengawet paraben dikurangi dengan adanya polisorbat (Rowe et al., 2009).
4.      Propilen Glikol
Inkompatible dengan bahan yang mudah teroksidasi seperti potassium permanganat (Rowe et al., 2009).

IV.3.5 Penyampaian Informasi
a.         Cara pemakaian
Diminum 3 kali sehari tiap 8 jam 1 sendok teh sesudah makan, dan obat ini harus dihabiskan. Suspensi perlu dikocok setiap kali sebelum digunakan untuk menjamin distribusi zat padat yang merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam (Ansel, 1989).
b.        Cara penyimpanan
Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara yang memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang. Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas yang berlebihan, dan cahaya (Ansel, 1989).
c.         Jangka waktu
Obat ini diminum sampai habis dalam jangka waktu 2 hari.

IV.4    Farmakologi
Obat ini bekerja menghambat sintesis protein kuman dengan cara berikatan pada ribosom sehingga menghambat pembentukan rantai peptida. Kloramfenikol secara inta vena menimbulkan kadar yang lebih rendah dalam darah dibandingkan secara oral. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang peka seperti riketsia, mikoplasma dan beberapa strain kuman gram positif dan gram negatif (Sukandar, 2008).


BAB V
PENUTUP
V.1      Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1.     Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan dengan menggunakan metode campuran antara flokulasi dan defllokulasi. Dan kami membuat suspending agent terlebih dahulu (12 jam sebelum praktikum) agar suspending agent tersebut mengembang. Sirup simplex yang digunakan juga diperhatikan komposisinya yaitu, 65 bagian sukrosa, 35 bagian air, dan 0,25% methyl paraben. Untuk pembuatan suspensi, bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam lumpang memiliki urutan masing-masing yaitu chloramphenicol, propilenglikol, Na CMC, polysorbat-80, sirup simplex, dan ditambahkan aqua destilata hingga mencapai tanda kalibrasi.
2.     Dilihat dari zat aktif yang digunakan dalam pembuatan sediaan suspensi diindikasikan untuk pasien yang mengidap penyakit tifus dan paratifus.
3.     Jika dilihat dari segi adminstratifnya resep sediaan suspensi ini tidak terdapat tanda tangan dokter, dan jika dilihat dari segi farmasetiknya resep ini mengalami over dosis sehingga apoteker harus menghubungi dokter kembali.
V.2      Saran
V.2.1   Saran Asisten
Sebaiknya asisten lebih memperhatikan praktikan saat pelaksanaan praktikum.
V.2.2   Saran Laboratorium
Sebaiknya alat-alat di dalam laboratorium lebih diperbanyak lagi untuk mempermudah dan mengoptimalkan kelancaran praktikum.
V.2.3   Saran Jurusan
Sebaiknya jurusan lebih mengupayakan kelengkapan alat dalam laboratorium.



DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. A. 1994.  Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anief, M. A. 1987. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, H.C. 1989. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.
Aulton, M. E. 1988. Pharmaceutics, The Science of Dosage From Design. London: Churcill Livingstone.
Bambang, P. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Ke-V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
MSDS. 2005. Carboxymethyl Cellulose Sodium MSDS. Texas: Science Lab.
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Bandung: Erlangga.
Prayoga, L. 2015. Proses Sterilisasi dan Penanganan Kontaminas. Jawa Tengah: Unsoed
Rowe, R.C., et al. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th edition. London: Pharmaceutical Press.
Rowe, R.C., et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. London: Pharmaceutical Press.
Sirait, M. 2016. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 50. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Sukandar, E.Y dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Sweetnam, S.C. 2009. Martindale 36 th edition. London: Pharmaceutical Press.
Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting Edisi ke 7. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo.



KUMPULAN LAPORAN FARMASI FISIKA By: Farmasi Universitas Negeri Gorontalo

Kumpulan Laporan Praktikum Farmasi Fisika Laporan Disolusi Obat  https://drive.google.com/open?id=1uuL2PLKjc_5FY0Z_pEcpfaRITO3vE6r7 Lap...