BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar
Belakang
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang
berhubungan dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat,
ini meliputi seni dan ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi
material atau produk yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa
penyakit. Farmasi juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara membuat,
mencampur, meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis,
serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta
pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Salah satu cabang ilmu farmasi,
yaitu farmasetika dasar.
Farmasetika dasar membahas tentang cara penyediaan obat
meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan,
seni peracikan obat, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk tertentu
hingga siap digunakan sebagai obat, penyampaian informasi obat kepada pasien,
konsultasi obat agar pasien dapat memahami penggunaan obat yang baik dan benar
serta perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat.
Obat dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sediaan, diantaranya
sediaan padat, sediaan setengah padat (semi solid), dan sediaan cair, salah
satunya adalah bentuk cair atau larutan. Sediaan yang dibuat pada praktikum
kali ini adalah sediaan cair berupa suspensi.
Dalam suspensi terdapat komposisi yang mengandung satu
atau lebih zat kimia yang terlarut secara kimia maupun fisika. Sediaan cair ini
juga mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Secara
umum jenis suspensi dapat dibagi menjadi 2 macam, salah satunya adalah suspensi
oral.
Suspensi oral yang mengandung partikel padat dalam
bentuk halus yang terdispersi untuk ditujukan secara penggunaan oral atau
melalui saluran gastrointestinal. Mengingat pentingnya pengetahuan tentang cara
pembuatan sediaan suspensi maka dilakukan praktikum ini.
I.2. Maksud
dan Tujuan Praktikum
I.2.1 Maksud
Praktikum
Maksud
dari praktikum ini yaitu:
1. Dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan suspensi
dengan benar.
2. Dapat mengidentifikasi bahan-bahan yang digunakan pada
resep sediaan suspensi.
3. Dapat melakukan skrining resep sesuai ketentuan yang
berlaku.
I.2.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikun ini yaitu:
1. Mahasiswa
dapat membuat suspensi menggunakan metode campuran dan menggunakan zat aktif
kloramfenikol.
2. Mahasiswa
dapat mengetahui kegunaan dari zat aktif kloramfenikol.
3. Mahasiswa
dapat melakukan skrining resep sesuai ketentuan
administratif, farmasetik, dan klinis.
I.3 Manfaat Praktikum
Manfaat
dari praktikum ini yaitu:
1. Mahasiswa dapat membuat sediaan suspensi dengan benar.
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bahan yang digunakan
pada resep.
3. Mahasiswa dapat melakukan skrining resep dengan baik
dan benar sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian
Suspensi, yaitu:
1.
Menurut Dirjen POM
(2014), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair.
2.
Menurut Bambang (2007),
suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
3.
Menurut Ansel (1989),
suspensi adalah sediaan obat yang terbagi dengan halus yang ditahan dalam
suspensi dengan menggunakan pembawa yang sesuai.
4.
Menurut Syamsuni (2006),
suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk
halus yang terdispersi ke dalam fase cair.
II.1.2 Jenis-Jenis Suspensi
Jenis-jenis suspensi menurut Syamsuni
(2006), yaitu :
1.
Suspensi oral adalah
sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi
dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk
pemakaian oral.
2.
Suspensi topikal adalah
sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi
dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
3.
Suspensi tetes telinga
adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk
diteteskan pada telinga bagian luar.
4.
Suspensi oftalmik adalah
sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel sangat halus yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
5.
Suspensi untuk injeksi
adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai
dan tidak boleh menyumbat jarum suntiknya (syringe
ability) serta tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam larutan
spinal.
6.
Suspensi untuk injeksi
terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai
untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril
setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
II.1.3 Faktor-Faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan sediaan
suspensi menurut Bambang (2007), yaitu:
1.
Proses pembasahan.
2.
Interaksi antar partikel.
3.
Elektrokinetik.
4.
Agregasi.
5.
Laju sedimentasi.
Menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1.
Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan
luas penampang partikel tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi
itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan
luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke atas
terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin besar
luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas
penampang partikel, daya tekan ke atas cairan akan semakin besar, akibatnya
memperlambat gerakan partikel untuk mengendap. Sehingga, untuk memperlambat
gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
2.
Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan memengaruhi pula
kecepatan aliran cairan tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan
alirannya semakin turun atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan
tersebut akan memengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya.
Dengan demikian, dengan menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan
turun partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa
kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan
dituang.
3.
Jumlah partikel
(Konsentrasi)
Jika di dalam suatu ruangan terdapat
partikel dalam jumlah besar, maka partikel akan sulit melakukan gerakan bebas
karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Oleh benturan ini akan
menyebabkan terbentuknya endapan zat tersebut, oleh karena itu semakin besar
konsentrasi partikel, makin besar kemungkinannya terjadi endapan partikel dalam
waktu yang singkat.
4.
Sifat atau muatan
partikel
Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri
atas beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan
demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alam, kita tidak dapat memengaruhinya.
II.1.4 Bahan Pensuspensi (Suspending agent)
Suspending
agent adalah bahan pengental untuk menaikkan viskositas dari
suspensi, umumnya bersifat mudah mengembang di dalam air (hidrokoloid)
(Syamsuni, 2006).
Menurut Syamsuni (2006), bahan pensuspensi
atau suspending agent dapat
dikelompokkan menjadi:
1.
Bahan pensuspensi dari
alam
Bahan alam dari jenis gom sering disebut
“gom atau hidrokoloid”. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air
sehingga campuran tersebut membentuk musilago atau lendir. Bahan pensuspensi
ini terbagi menjadi dua, yaitu :
a.
Gom arab meliputi akasia,
chondrus, tragakan, dan algin.
b.
Bahan pensuspensi alam
bukan gom adalah tanah liat.
2.
Bahan pensuspensi
sintesis
Bahan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a.
Derivat selulosa,
contohnya metil selulosa (methosol,
tylose), karboksimetilselulosa (CMC),
dan hidroksimetil selulosa.
b.
Golongan organik polimer,
contohnya adalah carbophol 934.
II.1.5 Metode Pembuatan
Menurut
Bambang (2007), terdapat beberapa metode dalam proses pembuatan sediaan
suspensi, yaitu:
1.
Metode flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel obat
terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam ikatan lemah. Sistem ini
peristiwa sedimentasi cepat terjadi dan partikel mengandap sebagai flok
(kumpulan partikel). Sedimen terbentuk dalam keadaan “terbungkus” dan bebas,
tidak membentuk “cake” yang keras dan
padat serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula. Sistem ini kurang
disukai karena sedimentasi cepat terjadi dan terbentuk lapisan yang jernih dan
nyata di atasnya.
2.
Metode deflokulasi
Dalam metode deflokulasi, partikel
terdeflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk “cake” yang keras dan sukar terdispersi kembali. Pada metode ini
partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, dan
masing-masing partikel mengendap secara terpisah. Jika kecepatan pengendapan
dapat ditahan dalam jangka waktu yang lama, metode ini lebih disukai karena
tidak terjadi lapisan yang bening (berkabut) dan terbentuk endapan secara
perlahan.
3.
Metode kombinasi
Kecepatan (laju) sedimentasi harus sekecil
mungkin sehingga partikel tetap dalam bentuk dispersi merata dan apabila
terbentuk endapan (cake) maka dengan
mudah terdispersi kembali dengan penggojokan ringan, sehingga stabilitas
suspensi menjadi optimal. Kondisi ideal ini dapat dicapai dengan penggabungan
kedua metode di atas.
II.1.6 Keuntungan dan Kurangan
Keuntungan suspensi menurut
Syamsuni (2006); Anief (1987), yaitu:
1.
Ukuran partikel lebih
kecil sehingga lebih mudah diabsorbsi.
2.
Suspensi injeksi mudah
disuntikkan dan tidak menyumbat jarum suntik.
3.
Dapat menutupi bau dan
rasa dari obat karena menggunakan sirup simplex.
Kekurangan suspensi menurut
Syamsuni (2006), yaitu:
1.
Masalah dalam proses
pembuatan suspensi (cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga
homogenitasnya).
2.
Terjadinya agregasi yang
membuatnya tidak terdistribusi merata.
II.2 Uraian
Bahan
II.2.1
Alkohol (Dirjen
POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol,
alkohol, ethyl alcohol, ethyl hydroxide.
Rumus
Molekul : C2H5OH
Berat
Molekul : 46,07 g/mol
Rumus
struktur :
Pemerian : Cairan
tak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan
nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat
mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.
Khasiat : Sebagai
antimikroba (membunuh mikrobakterium), desinfektan (membunuh bakteri pada alat
laboratorium), penetral kulit.
Kegunaan : Desinfektan (membunuh bakteri pada alat
laboratorium).
Peyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala
api.
II.2.2 Aqua Destilata (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunya
rasa, tidak berbau.
Kelarutan : Tercampur dengan pelarut yang paling polar.
Khasiat :
Dapat melarutkan berbagai zat.
Kegunaan :
Pelarut.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik.
II.2.3 Chloramphenicol (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : CHLORAMPHENICOLUM
Nama lain : Kloramfenikol
Rumus molekul : C11H12Cl2,N2O5
Berat molekul : 323,13 g/mol
Rumus Struktur :
Pemerian : Hablur
halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih sampai putih kelabu atau
putih kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit.
Kelarutan : Larut
dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7
bagian propilenglikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Khasiat : Antibiotik
(menghambat atau membunuh mikroorganisme).
Kegunaan : Zat
aktif.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
baik, terlindung dari cahaya.
II.2.4 Methyl paraben (Dirjen POM, 1995)
Nama
resmi : METHYLIS PARABENUM
Nama
lain :
Metil paraben
Rumus
molekul : C8H8O3
Berat molekul : 152,15 g/mol
Rumus
struktur :
Pemerian : Hablur kecil, tidak
berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau khas lemah,
mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene, dan dalam karbon
tetraklorida. Mudah larut dalam etanol dan eter.
Khasiat : Pengawet antimikroba.
Kegunaan : Zat tambahan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
II.2.5 Na CMC (Rowe et al, 2009; MSDS, 2005)
Nama
resmi : CARBOXYMETHYLCELLULOSE
SODIUM
Nama lain : Aquasorb, xylo-mucine, cellulose gum.
Rumus Molekul : C17H25O14Na2
Berat Molekul : 90.000-700.000 g/mol
Rumus Struktur :
Pemerian : Padatan
berwarna putih.
Kelarutan : Praktis
tidak larut dalam aseton, etanol (95%), eter, dan toluena.
Khasiat : Bahan
utama perawatan luka, patch dermatologis, dan perekatan muco untuk menyerap
luka eksudat.
Kegunaan : Suspending
agent (meningkatkan
viskositas).
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup rapat, kering, dan sejuk.
II.2.6 Polysorbatum
(Dirjen POM, 1979; Sweetnam, 2009; Rowe et
al, 2006)
Nama
resmi : POLYSORBATUM-80
Nama
lain : Polisorbat-80
Rumus molekul : C64H124O26
Berat
molekul : 1310 g/mol
Rumus
struktur :
Pemerian :
Cairan kental seperti minyak, jernih,
kuning, bau asam lemak, khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam etil asetat P
dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam minyak biji
kapas P.
Khasiat : Meningkatkan kekentalan.
Kegunaan : Zat tambahan.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat.
II.2.7 Propilenglikol (Dirjen
POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama
resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Nama
lain :
Propilenglikol
Rumus
molekul : C3H802
Berat molekul : 76,10 g/mol
Rumus struktur :
Pemerian :
Cairan kental, jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopis.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan
kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak
tanah P dan dengan minyak lemak.
Khasiat : Antimikroba (menghambat atau membunuh
bakteri) dan desinfektan (membunuh mikroorganisme pada benda mati.
Kegunaan : Zat tambahan dan pelarut.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik.
II.2.8 Sakarosa (Dirjen POM,
1995; Rowe et al, 2006)
Nama
resmi : SUCROSUM
Nama
lain :
Sakarosa
Rumus
molekul : C12H22O11
Berat molekul : 342,30 g/mol
Rumus
struktur :
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk
kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara.
Larutannya netral terhadap lakmus.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter.
Khasiat : Meningkatkan viskositas.
Kegunaan : Zat tambahan dan pemanis.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik.
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
Suspensi dilaksanakan pada tanggal 21 April 2017 pukul 08.00-11.00 WITA.
Pelaksaan praktikum bertempat di Laboratorium Tekhnologi Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Gambar
|
Nama
|
Fungsi
|
Kategori
|
|
Lumpang
dan alu
|
Untuk
menggerus semua bahan
|
1
|
|
Neraca
analitik
|
Untuk menimbang bahan Hydrocortison,
Propylenglycol, Asam salisilat, Vaselin album, Adeps lanae
|
2
|
|
Cawan
porselin
|
Wadah
untuk bahan
|
1
|
|
Spatula
|
Untuk
menuangkan bahan ke dalam lumpang
|
1
|
|
Kaca
Arloji
|
Wadah
untuk penimbangan
|
1
|
|
Gelas
Ukur
|
Alat
untuk mengukur volume larutan
|
1
|
|
Pipet
Tetes
|
Untuk
menuang larutan sedikit demi sedikit
|
1
|
|
Penangas
Air
|
Untuk
memanaskan larutan
|
2
|
|
Sudip
|
Untuk
membersihkan dan mengambil sisa –sisa salep yang masih tersisa di dalam
lumpang
|
1
|
|
Botol
Kalibrasi (30 ml)
|
Wadah
penyimpanan suspensi
|
1
|
III.2.2 Bahan
Gambar
|
Nama
|
Fungsi
|
|
Alkohol
|
Untuk
membersihkan alat
|
|
Aqua
Destilata
|
Untuk
melarutkan bahan
|
|
Chloramphenicol
|
Bahan
aktif dalam pembuatan suspensi
|
|
Na
CMC
|
Sebagai
suspending agent
|
|
Polysorbatum
80
|
Sebagai
humektan dan peningkat kelarutan
|
|
Propylene
Glikol
|
Untuk
melepas udara yang berada pada Na CMC
|
|
Sirup
Simplex
|
Untuk
memberikan rasa manis
|
|
Tisu
|
Untuk
membersihkan alat
|
|
Copy
Resep
|
Sebagai
salinan resep
|
|
Etiket
|
Sebagai
tanda untuk cara dan aturan pemakaian
|
III.3 Cara Kerja
III.3.1 Pembuatan
Sirup Simplex
1. Disiapkan
alat dan bahan.
2. Dibersihkan
alat menggunakan alkohol 70% sebagai desinfektan agar alat berada dalam keadaan
steril atau tidak terkontaminasi benda asing (Prayoga, 2015).
3. Dipanaskan
air 100 ml menggunakan water bath atau penangas air.
4. Ditimbang
sukrosa 65 gram dan metil paraben 0,25 gram.
5. Dimasukkan
metil paraben sebagai pengawet ke dalam air.
6. Dimasukkan
sukrosa sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga mendidih.
7. Didinginkan selama beberapa menit.
8. Dituang dalam wadah dan ditutup dengan alumunium foil.
III.3.2 Pembuatan
Suspending Agent
1. Disiapkan
alat dan bahan.
2. Dibersihkan
alat menggunakan alkohol 70% sebagai desinfektan agar alat berada dalam keadaan
steril atau tidak terkontaminasi benda asing (Prayoga, 2015).
3. Ditimbang
Na CMC sebanyak 300 mg.
4. Dimasukkan
ke dalam lumpang kemudian ditambahkan dengan air panas dan digerus hingga
terdengar suara yang khas.
5. Ditutup
dengan aluminium foil kemudian didiamkan selama 12 jam.
III.3.3 Pembuatan
Suspensi
1. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan
alat menggunakan alkohol 70% sebagai desinfektan agar alat berada dalam keadaan
steril atau tidak terkontaminasi benda asing (Prayoga, 2015).
3. Dikalibrasi
botol 30 ml.
4. Ditimbang
masing-masing bahan yang digunakan.
5. Diukur
sirup simplex 18 ml.
6. Dimasukkan
Chloramphenicol ke dalam lumpang dan diratakan.
7. Ditambahkan
propilenglikol dengan cara diteteskan pada Cloramphenicol sampai merata dan
digerus sampai halus.
8. Dimasukkan
suspending agent dan digerus hingga
merata.
9. Ditambahkan
polysorbatum-80 dan sirup simplex, kemudian digerus hingga merata.
10. Dimasukkan
ke dalam botol.
11. Ditambahkan
air sampai batas kalibrasi 30 ml.
12. Diberi
etiket.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Suspensi
IV.2 Pembahasan
Pada praktikm kali
ini, dilakukan pembuatan sediaan suspensi. Bahan-bahan yang digunakan, antara
lain kloramfenikol, Na CMC, polisorbat 80, propilenglikol, sukrosa, metil
paraben, dan aqua destilata. Zat aktif dalam sediaan yang telah dibuat pada
praktikum ini adalah kloramfenikol.
Hal pertama yang
dilakukan dalam pembuatan sediaan ini adalah disiapkan alat dan bahan serta
dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %. Menurut Pratiwi (2008),
alkohol 70 % dapat mempercepat proses pembersihan alat dari mikroorganisme.
Kemudian ditimbang semua bahan yaitu, kloramfenikol 0,75 gr, Na CMC 0,3 gr,
Polisorbat 80 0,06 gr, propilenglikol 3 gr, sukrosa 65 gr, metil paraben 0,025
gr.
Setelah itu dilakukan
pembuatan sirup simplex. Pertama dipanaskan air 100 ml sampai mendidih,
kemudian dimasukkan 0,025 gr metil paraben kedalam air yang telah dipanaskan,
diaduk sampai larut. Menurut Dirjen POM (1979), metil paraben dalam sirup
simplex digunakan sebagai pengawet. Kemudian dimasukkan 65 gr sukrosa sedikit
demi sedikit, diaduk sampai mendidih (karena pada titik didih yang tepat
kuman-kuman atau bakteri yang berada di dalamnya akan mati) dan larutan menjadi
agak jernih.
Kedua, dilakukan
pembuatan suspending agent, dimasukkan 0,3 gr Na CMC kedalam mortir,
ditambahkan 6 ml air panas. Menurut Jenkins (1995) air panas yang ditambahkan
yaitu 20 bagian dari Na CMC, karena menurut Dirjrn POM (1979), kelarutan dari
bahan pensuspensi adalah 1: 20. Setelah itu diaduk sampai terdengar suara khas
dari suspending agent, karena bunyi khas tersebut merupakan suatu karakteristik
dari suspending agent. Kemudian ditutup menggunakan aluminium foil dan
didiamkan selama 12 jam. Hal ini karena suspending agent tidak
terlarut, tetapi terdispersi dalam volume air. Jadi untuk terdispersinya atau
terjadinya kontak antara bahan pensuspensi dengan air, membutuhkan rentang
waktu tertentu untuk terdispersi menyeluruh.
Kemudian dibuat
suspensi, pertama dikalibrasi botol 30 ml, kemudian dimasukkan 0,75 gr
kloramfenikol ke dalam lumpang, dimasukkan propilenglikol sebanyak 3 gr, dengan
cara meneteskan secara merata pada kloramfenikol hingga tidak ada udara lagi
pada kloramfenikol, diaduk sampai homogen. Menurut Anief (1994), penambahan
propilenglikol ini sebagai humektan atau zat pembasah untuk menggantikan
lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah tebasahi.
Setelah itu, dimasukkan suspending agent yang telah disiapkan, dan diaduk
sampai homogen. Menurut Aulton (1988), suspending agent digunakan untuk
meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga dapat memperlambat pengendapan.
Kemudian dimasukkan
polisorbat 80 sebanyak 0,06 gr kedalam lumpang, diaduk sampai homogen. Menurut
Dirjen POM (1979), polisorbat 80 digunakan sebagai meningkatkan kekentalan dari
suspensi. Kemudian ditambahkan sirup simplex 18 ml, diaduk sampai homogen.
Menurut Patel (1994), sirup simplex digunakan sebagai pemanis untuk menutupi
sensasi rasa secara efektif. Sirup simplek juga digunakan sebagai pengawet
karena terdapat metil paraben yang berguna sebagai pengawet antimikroba dalam
formulasi sirup simplek. Selain itu sirup simplek juga berguna untuk menurunkan
viskositas dari suspensi agar mudah dituang pada sendok. Setelah itu,
dimasukkan kedalam botol coklat dan ditambahkan aquadest sampai tanda
kalibrasi, digunakan botol coklat karena zat aktif dari sediaan ini harus
disimpan dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya. Terakhir diberi
etiket dan dibuat salinan resep.
Dalam pembuatan
suspensi, sediaan yang dibuat harus tetap terjaga stabilitasnya agar
bahan-bahan formulasi dari suspensi tersebut tetap homogen. Dalam sediaan
farmasi, homogenitas sangat perlu untuk kesesuaian dosis yang diminum, maka
dari itu dalam pembuatan sediaan suspensi semua bahan harus tercampur secara
sempurna atau homogen. Sehingga dalam pembuatan suspensi ini menggunakan metode
campuran antara flokulasi dan deflokulasi, yaitu sedimentasi terjadi lambat dan
mudah terdispersi kembali. Karena pada sediaan suspensi rentan terjadi endapan
atau caking yang apabila dikocok kembali sudah tidak dapat terdispersi kembali.
Untuk itu, kestabilan dalam sediaan suspensi sangat diperlukan.
dr.
Yudistira Sp.KK
S I P : 1231/KM/2009
Jl. Jenderal Sudirman
Gorontalo,
21 April 2017
R/ Kloramfenikol 125 mg
Na
CMC 50 mg
Polisorbat 80 10 mg
Propilen glikol 0,5
Sirup simplex 18 ml
Aqua destilata ad 5 ml
m.f suspensi da in fl 30 ml
No.I
ʃ. t.dd cth I
Pro :
Nana
Umur :
12 Tahun
|
IV.3 Skrining
Resep
IV.3.1 Narasi Resep
a.
Narasi Resep Per Kata (Syamsuni, 2006).
ʃ :
signa :
ditandai
I :
unus : satu
0,5 :
zero punctu quinqua :
nol koma lima
5 :
quinqua : lima
10 :
decem : sepuluh
18 :
duodeviginti : delapan belas
30 :
triginta : tiga puluh
50 :
quinquaginta :
lima puluh
125 :
centum viginti quinque : seratus dua puluh lima
ad :
ad :
sampai
cth :
cochlear tea : sendok teh
da in :
da in :
ke dalam
fl :
flacon : botol
g :
gramma : gram
m.f :
misce fac : campur dan buatlah
mg :
milligramma : miligram
ml :
millilitra : milliliter
No : numero :
sebanyak
t.dd :
ter de die : tiga kali sehari
b.
Narasi Resep Per Kalimat (Syamsuni, 2006).
Recipe kloramfenikol centum viginti quinque milligramma, Na CMC
quinquaginta milligramma, polisorbat 80 decem milligramma, propilengilokol
nihil punctu quinqua gramma, sirup simplex duodeviginti gramma, aqua destilata
ad quinqua millilitra. Misce fac suspensi da in flafon triginta millilitra
numero unus. Signa ter de die cochlear tea.
Ambilah kloramfenikol seratus dua puluh lima
milligram, Na CMC lima puluh milligram, polisorbat 80 sepuluh milligram,
propileglikol nol koma lima gram, sirup simplex delapan belas gram, aqua
destilata sampai lima milliliter. Campur dan buatlah suspensi dalam botol tiga
puluh milliliter sebanyak satu. Tandai tiga kali sehari satu sendok teh.
IV.3.2 Kekurangan
Resep
Dilihat berdasarkan skrining
resep dari segi administratif resep tersebut kurang lengkap karena tidak
dicantumkan tanda tangan dokter dan alamat pasien (subscriptio).
IV.3.3 Indikasi Resep
Jika dilihat dari zat aktifnya, resep ini
diindikasikan untuk pilihan utama pada penyakit Tifus, Paratifus. Infeksi berat
yang disebabkan oleh salmonella sp,
H.Influenza, Ricketsia, Lymphogranuloma, Gram negative yang menyebabkan
bacteremia meningitis (Sirait, 2016).
IV.3.4 Interaksi Obat
1.
Kloramfenikol
Kloramfenikol meningkatkan daya kerja dari
antikoagulan, fenitoin dan antidiabetika oral. Lagipula menghambat metabolism
dari obat-obat lain, sehingga dapat meningkatkan daya kerja dari misalnya, difenilhidantoin, sulfonylurea dan warfarin (Tjay, 2015).
2. Na
CMC
Na CMC inkompatibel dengan larutan asam kuat dan
dengan garam besi dan beberapa logam lainnya, seperti alluminium, merkuri, dan
seng. Na CMC juga inkompatibel dengan xanthan gum. Pengendapan dapat terjadi
pada pH <2, dan juga bila dicampur dengan etanol (95%). Na CMC membentuk
kompleks coacervates dengan gelatin dan pektin. Ini juga membentuk kompleks
dengan kolagen dan mampu memicu protein bermuatan positif tertentu (Rowe et
al., 2009).
3. Polisorbat
80
Perubahan
warna dan/ atau pengendapan terjadi dengan berbagai zat, terutama fenol, tanin,
tars, dan bahan tarlike. Aktivitas antimikroba pengawet paraben dikurangi
dengan adanya polisorbat (Rowe et al., 2009).
4. Propilen
Glikol
Inkompatible dengan bahan yang mudah
teroksidasi seperti potassium permanganat (Rowe et al., 2009).
IV.3.5
Penyampaian Informasi
a.
Cara pemakaian
Diminum 3 kali sehari tiap 8 jam 1 sendok teh sesudah
makan, dan obat ini harus dihabiskan. Suspensi perlu dikocok setiap kali
sebelum digunakan untuk menjamin distribusi zat padat yang merata dalam pembawa
sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam (Ansel, 1989).
b.
Cara penyimpanan
Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar
yang mempunyai ruang udara yang memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok
dan mudah dituang. Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah yang tertutup
rapat dan terlindung dari pembekuan, panas yang berlebihan, dan cahaya (Ansel,
1989).
c.
Jangka waktu
Obat
ini diminum sampai habis dalam jangka waktu 2 hari.
IV.4 Farmakologi
Obat ini bekerja menghambat sintesis protein kuman
dengan cara berikatan pada ribosom sehingga menghambat pembentukan rantai
peptida. Kloramfenikol secara inta vena menimbulkan kadar yang lebih rendah
dalam darah dibandingkan secara oral. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik
terhadap kuman yang peka seperti riketsia, mikoplasma dan beberapa strain kuman
gram positif dan gram negatif (Sukandar, 2008).
BAB
V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada
praktikum kali ini kami melakukan percobaan dengan menggunakan metode campuran
antara flokulasi dan defllokulasi. Dan kami membuat suspending agent terlebih dahulu (12 jam sebelum praktikum) agar suspending agent tersebut mengembang.
Sirup simplex yang digunakan juga diperhatikan komposisinya yaitu, 65 bagian
sukrosa, 35 bagian air, dan 0,25% methyl paraben. Untuk pembuatan suspensi,
bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam lumpang memiliki urutan masing-masing
yaitu chloramphenicol, propilenglikol, Na CMC, polysorbat-80, sirup simplex,
dan ditambahkan aqua destilata hingga mencapai tanda kalibrasi.
2. Dilihat
dari zat aktif yang digunakan dalam pembuatan sediaan suspensi diindikasikan
untuk pasien yang mengidap penyakit tifus dan paratifus.
3. Jika dilihat dari segi adminstratifnya resep sediaan
suspensi ini tidak terdapat tanda tangan dokter, dan jika dilihat dari segi
farmasetiknya resep ini mengalami over dosis sehingga apoteker harus
menghubungi dokter kembali.
V.2 Saran
V.2.1 Saran
Asisten
Sebaiknya asisten lebih memperhatikan praktikan saat
pelaksanaan praktikum.
V.2.2 Saran
Laboratorium
Sebaiknya
alat-alat di dalam laboratorium lebih diperbanyak lagi untuk mempermudah dan
mengoptimalkan kelancaran praktikum.
V.2.3 Saran
Jurusan
Sebaiknya
jurusan lebih mengupayakan kelengkapan alat dalam laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Anief,
M. A. 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anief, M. A. 1987.
Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Ansel,
H.C. 1989. Pengatar Bentuk sediaan
Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.
Aulton,
M. E. 1988. Pharmaceutics, The Science of
Dosage From Design. London: Churcill Livingstone.
Bambang,
P. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Ke-V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
MSDS. 2005. Carboxymethyl Cellulose Sodium MSDS. Texas: Science Lab.
Pratiwi,
Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi.
Bandung: Erlangga.
Prayoga,
L. 2015. Proses Sterilisasi dan Penanganan Kontaminas. Jawa Tengah: Unsoed
Rowe, R.C., et al. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th
edition. London: Pharmaceutical Press.
Rowe, R.C., et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th
edition. London: Pharmaceutical Press.
Sirait, M. 2016. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 50. Jakarta: PT.
ISFI Penerbitan.
Sukandar,
E.Y dkk. 2008. Iso Farmakoterapi.
Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Sweetnam,
S.C. 2009. Martindale 36 th edition.
London: Pharmaceutical Press.
Syamsuni,
H. A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting Edisi ke 7. Jakarta:
Penerbit PT. Elex Media Komputindo.